02 Januari 2012

Cerpen ke tiga +Persembahan Angkatan+


Persembahan Angkatan
Oleh: Eka Rahmady Hardianto
Malam pentas seni segara dimulai Tanggal 20 Oktober 2011, pukul 19.00 WIB, kegiatan tersebut di laksanakan di Aula Unpar. kegiatan tersebut masih dalam rangkaian kegiatan penyuluhan. Panas terik matahari begitu terang menyinari siang hari, seakan memberi pertanda bahwa persembahan gebyar-gebyar akan sukses. Ketika itu aku selesai menjemur pakaian yang telah kucuci, tiba-tiba terdengar nada sms dari ponselku. Segera langkahku perlahan meanghampiri ponselku, kuraih dan kubuka sms itu dan ternyata sms tersebut dari kordinator persembahan kebyar-kebyar, Syamsul Rizal namanya.
“Tolong yang kelas B baik yang gebyar-gebyar atau sitkom tolong hadir ke aula sekarang. Pengarah marah-marah karena tidak ada angkatan 2009 di aula Unpar untuk mengikuti acara gladi resik” begitu bunyi sms yang dikirim padaku.
“Ya, oke segera meluncur,” balas smsku.
            Tak berpikir panjang lebar, segera aku bergegas kuraih kunci motor, dan kuhidupkan mesin motor dan berangkat ke aula. Setelah lima menit kusampai di aula. Aku berdiri di depan pintu aula dan kulihat dalam ruangan ternyata telah penuh dengan peserta persembahan dari berbagai angkatan. Langkahku berlanjut menuju kedepan, kulihat kanan dan kiri, ternyata teman-teman seangkatanku belum satu pun yang hadir. Aku tahu bahwa memang kelas A tidak bisa mengikuti acara gladi tersebut, karena mereka ada ujian di kampus.
            Aku beranjak keluar dari ruangan, dan aku duduk bersandar di tiang gedung. Panas hari itu, menjadikan emosiku meningkat. Segara kutelepon Rizal.
            “Assalamualaikum,” ucapnya setelah mengangkat telepon dariku.
            “Walaikum Salam, Zal kita ini, jadi ikut gladi tidak?” Ucapku dengan suara keras, berbalur dengan perasaan marah.
            “Ya, jadi,” jawabnya dengan santai.
            “Ayo cepat, acara sudah dimulai dari tadi bentar lagi giliran kita,” sahutku dengan cepat.
            “ Ya, ini lagi di jalan,” ucapnya.
            “Ya !,” jawabku singkat dan langsung saja kututup teleponku.
Singakat cerita, kami akhirnya tidak mengikuti acara gladi tersebut, dikarenakan hanya sebagian saja yang hadir.
Pukul 16.00 WIB, kami melakukan kesepakan untuk berkumpul di Aula. Persiapan cukup baik kali ini, aku dan teman-temanku sudah mengenakan kostum kebesaran gebyar-gebyar yaitu baju merah berkerah putih, celana putih dan memakai kopyah yang telah diberi bros bendera merah putih yang berukuran kecil yang diletakkan disamping kanan kopyah.
Detik-detik yang mendebarkan akan segera dimulai, perasaanku gugup dan tegang menggelayutiku. Aku pun merefleksikan diriku dengan mengusap-usap kedua telapak tanganku, sambil menarik napas dan menghembuskannya.
“Kenapa aku jadi tegang begini ya,? pikirku dalam hati.
“Kenapa Eka, kamu kok kelihatan tegang gitu. ucap Rizal padaku, sembari menepuk pundakku.
“Ah, kamu ini Zal, aku nggak tegang kok, santai saja, he…he…he…”ucapku menbela diri.
“Rizal, aku minta maaf ya, atas ucapanku tadi di telepon?” ucapku kembali padanya.
“Oh ya, tidak apa-apa sudah aku maafin kok,” ucapnya padaku.
            Kami dan para pengarah, selanjutnya melakukan doa bersama membentuk lingkaran, berpegang tangan untuk menyatukan hati dan pikiran kita. Semoga penampilan hari ini dapat memuaskan hati para undangan dan khususnya penanggung jawab kegiatan Bapak Lukman. Pesan yang disampaikan kakak-kakak pengarah yang aku ingat adalah jangan ingin menjadi yang terbaik, tetapi tunjukkan yang terbaik, begitulah ungkapan yang disampaikan.
            Penampilan sudah kami lalui tinggal menunggu hasil penilaian dari bapak Likman. Kami duduk berkumpul satu angkatan, menunggu dengan cemas, suasana tegang ketika bapak membacakan penilaian.
            Secara keseluruhan penampilan gebyar-gebyar bagus, dari segi kostum, kekompakan, suara dan arasemen misik, wow…sangat bagus. Ucapnya dengan tegas.
            “Ye…ye…ye…” ucapku dan teman-temanku semua. Kami langsung saja berdiri dari tempat duduk, bersorak kegirangan.
            “Tetapi!” ucap bapak kembali. Seketika kami terdiam lesu.
            “Karena pembacaan yang tiga orang itu, khususnya Supian Sugiman. Suaranya melengking tetapi hilang, bapak memberi kalian nilai delapan,” ucapnya lagi. Seketika kami pun tetap bergembira.
            Penampilan kami memang memikat penonton, tetapi tentunya ada sedikit kekurangannya. Hal tersebut akan menjadi pelajaran dikemudian hari, agar lebih baik kedepanya. Ucapan terima kasih aku ucapkan kepada dan kakak-kakak pengarah yang setiap hari mau mengarahkan kemi dan teman-temanku yang selalu bersatu, semoga hal itu akan terus ada dalam diri kita. Tantangan kita masih ada teman, satukan hati, bentuk kesatuan yang kuat untuk kesatuan angkatan 2009.
    Kampus PBSI FKIP Unpar 2011

Postingan Unggulan

Memahami Makna Halal Bihalal (Pesan Kebaikan dan Keharmonisan dalam Tradisi Idul Fitri)

Memahami Makna Halal Bihalal:  "Pesan Kebaikan dan Keharmonisan dalam Tradisi Idul Fitri" Sumber Gambar: https://images.app.goo.gl...