cerpen----Akibat Buah Rambutan
Akibat
Buah Rambutan
Oleh:
Eka Rahmady Hardianto
Musim kemarau berganti dengan musim
penghujan, dari musim duren hingga musim rambutan. Penyakit demam berdarah
menjadi fenomena di desaku, hampir tiap tahun di desaku ada orang yang terkena
demam berdarah, akupun menjadi salah satu korbannya. Penyakit itu membuatku
masuk rumah sakit. Ketika itu di desaku lagi musim rambutan, buah rambutan itu
yang menjadi awal penyakit demam berdarah menyerangku. Larangan orang tuaku
sebanarnya sudah mengingatkanku untuk tidak makan buah rambutan itu, tetapi
karena aku melanggar nasihat ibuku, penyakit demamku kambuh.
“Eka,
kalau makan rambutannya jangan banyak-banyak, nanti demam kamu bisa kambuh,”
ucap ibu ketika aku sedang makan buah rambutan.
“Tidak
apa-apa Bu, emangnya makan buah rambutan bisa membuat sakit,” ucapku dengan
santai.
“Dibilangin
orang tua kok membantah!” ucap ibuku
kembali padaku dengan nada yang meninggi.
“Ya, Bu,” jawabku singkat, sambil
mengupas kulit rambutan seolah tidak menghiraukan nasihat Ibu.
“Awas, nanti kalau kamu sakit demam
lagi!” bentak ibuku sembari meninggalkanku .
“Ya Bu, tenang saja tidak akan
kambuh,” ujarku acuh.
Buah rambutan itu seakan menggodaku
untuk terus mamakannya, begitu enak rasanya di lidahku, sampai-sampai kulit rambutan
berserakan di sekelilingku. Aku tak bisa mengendalikan nafsuku untuk makan buah
rambutan itu sampai aku kenyang.
Selang beberapa waktu hal buruk itu
akhirnya menimpaku. Penyakit demamku kambuh, badanku terasa panas namun ketika
siang dan sore hari tubuhku menggigil kedinginan. Aku tak menyangka penyakit
itu akan datang lagi. Sampai-sampai aku tidak bisa bangun dari tempat tidurku. Dulu
penyakit ini pernah datang menghampiriku dengan sebab yang sama, makan buah
rambutan terlalu banyak.
”Bu, aku tidak enak badan ni, kayaknya
demamku kambuh?” ucapku pada ibuku.
“Ya kan, sudah Ibu bilang kemarin,
jangan makan buah rambutan banyak-banyak,” ucap ibuku.
“Ya bu, aku tidak tahu akan seperti ini
jadinnya,” ucapku.
“Ya sudah, besok-besok jangan diulangi
lagi. Ibu kasih nasihat itu untuk kebaikan kamu juga,” ucap ibuku sembari memegang
dahiku.
“Ya Bu, maafkan aku tidak mendengarkan
ucapan Ibu,” jawabku.
“Besok kita pergi ke rumah sakit, kalau
panas badanmu tidak menurun,” ucap ibu sembari memberiku obat penurun panas .
“Ya, Bu,” jawabku singkat.
Penyakit demamku ini telah membatku
tidak berdaya, badan terasa lemah, lesu, lemas, letih, dan makan pun tidak
enak. Aku hanya berbaring di tempat tidur yang membuatku sangat bosan. Akhirnya
pada siang harinya aku diantar oleh ayah dan ibuku pergi kerumah sakit dengan
menggunakan mobil tetanggaku, yang kebetulan tidak kerja. Aku hanya terbaring
saja dalam mobil itu, badanku menggigil kedinginan. Sesampainya dirumah sakit
aku langsung saja masuk ruwang UGD. Aku tidak tahu bahwa suster rumah sakit
sudah memasangkan impus pada lenganku. Aku tersadar sudah dalam kedaan di ruang
inap rumah sakit.
Aku merasa telah mendapat peringatan
dari Allah, atas semua perbuatanku yang tidak mendengarkan perkataan ibuku yang
melarangku untuk makan buah rambutan.
“Seandainya saja aku mendengarkan
perkataan ibuku, pasti tidak akan seperti ini jadinya,” gumamku dalam hati.
Kampus
PBSI FKIP Unpar 2012