Pengertian Bahasa Sebagai Sistem Semiotik (s5)
PENGERTIAN
BAHASA
DAN
BAHASA SEBAGAI SISTEM SEMIOTIK
Dibuat untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Semantik Bahasa Indonesia
Dosen Pembina
Patrisia
Cuesdeyeni, S.Pd.
Disusun Oleh
Nama Nim
Supian
Sugiman AAB I09 113
Eka
Rahmady AAB 109 083
Theguh
Siswanto AAB 109 110
Rusdiansyah AAB 107 053
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN
PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
PALANGKARAYA
2011
KATA
PENGANTAR
Puji Syukur kami Panjatkan Kehadirat
Tuhan yang Maha Esa, atas berkat dan Rahmat-Nyalah kami dapat menyusun makalah
mata kuliah Semantik Bahasa
Indonesia.
Makalah ini merupakan tugas kelompok
yang wajib dibuat oleh setiap kelompok mahasiswa, yang diberikan oleh dosen
pembimbing mata kuliah.
Semoga dengan disusunnya makalah kami
ini, dapat memberi pengetahuan atau wawasan kita. Tentang pengertian bahasa dan
bahasa sebagai sistem semiotik.
Kami menyadari makalah yang disusun ini,
jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kritik dan
saran sangat kami harapkan agar dapat menjadi lebih baik nantinya.
Palangkaraya, Oktober 2011
Penyusun
Kelompok III
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................... ....... .....i
DAFTAR ISI.................................................................................................. ............ ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar belakang.......................................................................... ............ 1
B.
.................................................................................................. Rumusan
Masalah..................................................................................... ............2
C.
Tujuan
pembahasan…………………………………………………...2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian
Bahasa…………………………………………………….3
B. Ciri-Ciri Bahasa………………………………………………………4
C.
Bahasa sebagai sistem semiotik………………………………………6
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................. ……. .10
B. Saran………………………………………………………………....10
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………...11
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Bahasa
pada dasarnya merupakan sesuatu yang khas dimiliki manusia (Aminuddin, 2003 :
17). Ernst Cassirer dalam hal ini menyebutkan manusia sebagai animal symbolicum, yakni makhluk yang
menggunakan media berupa simbol kebahasaan dan memberi arti serta mengisi
kehidupannya. Keberadaan manusia sebagai animal
symbolicum lebih berarti dari pada keberadaan manusia sebagai makhluk
berpikir, karena tanpa adanya simbol, manusia tidak akan mampu melangsungkan
kegiatan berpikirnya. Selain itu, dengan adanya simbol itu juga memungkinkan
manusia untuk bukan hanya sekedar berpikir, melainkan juga mendapatkan kontak
dengan realitas kehidupan di luar diri serta mengabdikan hasil berpikir dan
kontak itu kepada dunia.
Bahasa
berperan antara lain dalam (a) membentuk pengalaman sehubungan dengan tanggapan
terhadap dunia luar secara simbolik, (b) menjadi alat yang menyertai dan
membentuk proses berpikir, (c) berperanan dalam mengolah gagasan, serta (d)
menjadi alat penyampai gagasan lewat kegiatan komunikasi. Masalahnya sekarang,
bagaimanakah karakteristik bahasa itu sebagai milik khas manusia, sebagai sistem semiotik dan kaitannya dengan
makna. Pembahasan masalah itu diharapkan bisa memberikan gambaran bahwa
menghadirkan dan memahami makna melibatkan sejumlah unsur yang mungkin saja
kompleks. Hal itu terjadi karena makna yang
bermula dari kata, selain melibatkan pemakai,
juga melibatkan unsur sosial budaya.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulisan
makalah ini diberi judul Pengertian
Bahasa dan Bahasa Sebagai Sistem Semiotik
.
1.2.
Rumusan
Masalah
Agar penulisan ini lebih terarah dan tidak
kabur makna, maka penulisan kali ini dapat dirumuskan sebagai berikut.
1. Bagaimanakah
pengertian bahasa?
2. Bagaimanakah
ciri-ciri bahasa?
3. Bagaimanakah
bahasa sebagai sistem semiotik?
1.3.
Tujuan
Suatu tulisan yang baik harus memiliki tujuan
yang jelas. Oleh karena itu, tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui
pengertian bahasa.
2. Mengetahui
ciri-ciri bahasa.
3. Mengetahui
bahasa sebagai sistem semiotik.
BAB
II
PEMBAHASAN
Dalam
bab ini akan dibahas mengenai pengertian bahasa dan bahasa sebagai sistem
semiotik. Berikut ini uraian tentang pengertian bahasa dan bahasa sebagai
sistem semiotik, serta ciri-ciri dalam bahasa.
2.1.
Pengertian
Bahasa
Batasan pengertian bahasa yang
lazim diberikan, yaitu bahasa adalah sistem lambang arbitrer yang dipergunakan
suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi dan mengidentifikasi diri
(Kridalaksana, 1982 : 17). Sebagai sebuah sistem, bahasa bersifat sistematis
dan sistemis, dikatakan sistemis karena bahasa memiliki kaidah atau aturan
tertentu. Bahasa juga bersifat sistemis karena memiliki subsistem, yakni subsistem fonologis, subsitem gramatikal, dan subsistem leksikal. Beberapa hal menarik
yang dapat disimpulkan dari batasan pengertian itu adala h (a) bahasa merupakan
suatu sistem, (b)Sebagai sistem, bahasa bersifat arbitrer, dan (c) sebagai
sistem arbitrer, bahasa dapat digunakan untuk berinteraksi, baik dengan orang
lain maupun dengan diri sendiri.
Bahasa memiliki komponen-komponen yang tersusun
secara hierarkis. Komponen itu meliputi komponen fonologis, morfologis,
sintaksis, dan semantis. Masing-masing komponen tersebut saling memberi arti,
saling berhubungan dan saling menentukan.
Pada
sisi lain, setiap komponen juga memiliki sistemnya sendiri. Sistem pada tataran
bunyi, misalnya dikaji bidang fonologi, pada tataran kata dikaji bidang morfologi, dan kajian sistem pada
tataran kalimat menjadi wilayah sintaksis.
Sebagai subsistem, masing-masing komponen tersebut juga telah mengandung aspek semantis tertentu sehingga secara
potensial dapat disusun dan dikombinasikan untuk digunakan dalam komunikasi.
Dari
kenyataan bahwa bahasa merupakan suatu yang bersistem, maka bahasa sebenarnya,
selain bersifat arbitrer, sekaligus juga nonarbitrer
(Bolinger, 1981 : 9). Dengan terdapatnya sistem dan sekaligus kesepakatan
itulah, bahasa akhirnya dapat digunakan untuk berinterkasi. Pemakaian bahasa
dalam interaksi, lebih lanjut juga membuahkan sejumlah ciri lain. Hal itu
terjadi karena bahasa bukan satu-satunya alat yang digunakan untuk berinteraksi
dalam bentuk komuniaksi. Bahasa memiliki ciri-ciri tertentu yang bersifat
khusus. Ciri-ciri tersebut dapat dikaji dalam paparan berikut ini.
2.2.
Ciri-ciri
bahasa
Bahasa memliki sifat kabur (vagueness) karena makna yang terkandung
didalam bentuk kebahasaan pada dasarnya hanya mewakili realitas yang
diwakilinya. Ambiguity berkaitan
dengan ciri kataksaan makna dari suatu bentuk kebahasaan. Kekaburan dan
kataksaan itu diakibatkan oleh kelebihannya yang multifungsi, yakni fungsi simbolik, emotif, dan efektif.
Bahasa pun bersifat inexplicitness
sehingga tidak secara eksak, tepat, dan menyeluruh untuk mewujudkan gagasan
yang dipersentasikannya. Selain itu, pemakaian suatu bentuk bahasa sering
berpindah-pindah maknanya sesuai dengan konteks gramatikal, sosial, dan
situasional atau bersifat context-dependence.
Adapun ciri-ciri bahasa manusia,
apabila dibandingkan dengan bahasa binatang serta sistem tanda lain, seperti
telah diungkapkan antara lain oleh Hockett (1960), Osgood (1980), maupun
Bolinger (1981), apabila dikaitkan dengan aspek makna, adalah sebagai berikut.
a. Alat fisis yang digunakan bersifat
tetap dan memiliki kriteria tertentu, disebut demikian
karena bahasa yang beresensikan bunyi ujaran selalu menggunakan alat ujar
sesuai dengan kriteria tertentu.
b. Organisme yang digunakan, memiliki
hubungan timbal balik, alat ujaran yang digunakan manusia,
baik berjenis kelamin laki-laki, perempuan, ataupun suku dan bangsa yang
berlainan, semuanya sama.
c. Menggunakan kriteria pragmatik,
disebut demikian karena perwujudan bentuk
kebahasaan lewat pemakai, menggunakan kriteria pemakai tertentu.
d. Mengandung kriteria semantis.
Ciri kriteria itu muncul karena kegiatan berbahasa memiliki fungsi semantis tertentu.
e. Memiliki kriteria sintaksis,
disebut demikia karena kata-kata yang digunakan, untuk menjadi suatu kalimat
harus disusun sesuai dengan pola kalimat yang telah disepakati.
f. Melibatkan unsur bunyi maupun unsur
audiovisual. disebut demikian karena pemakaian
bahasa selain melibatkan media transmisi berupa bunyi, juga melibatkan unsur paralanguage.
g. Memiliki kriteria kombinasi dan
bersifat produktif, terdapatnya ciri itu ditandai oleh
adanya potensialitas unsur kebahasaan untuk bergabung secara sintagmatik.
h. Bersifat arbitrer,
karena hubungan antara lambang kebahasaan dengan referen yang dilambangkan hanya berdasrkan kesepakatan, dan bukan
pada kemampuan lambang itu dalam memberikan kembali realitas luar yang
diacunya.
i. Memiliki ciri prevarikasi,
karena bahasa sebagai realitas terpisah dengan dunia luar yang diwakilinya,
setelah muncul dalam pemakaian, isinya bisa benar, bisa tidak.
j. Terbatas dan relatif tetap,
yakni dalam hal pola kalimat struktur kata.
k. Mengandung diskontinyuitas,
secara paradoksal, bahasa, selain memiliki kontinyuitas,
oleh Maillet disebutkan juga mengandung diskontinyuitas.
l. Bersifat hierarkis,
bahasa disusun dan dibangun oleh perangkat komponen bunyi, bentuk, kata,
kalimat, maupun wancana.
m. Bersifat sistematis dan simultan,
meskipun bahasa merupakan suatu komponennya dapat dianalisis secara terpisah,
sebagai suatu sistem komponen-komponen tersebut harus digunakan secara laras
dan simultan.
n.
Saling
melengkapi dan mengisi, Hocket dalam hal ini menyebutkan
ciri interchangeability dari bahasa
sehingga, meskipun bahasa itu memiliki komponen yang terpisah, karena adanya
potensialitas dan mobilitas, masing-masing komponen itu dapat saling
dipertukarkan.
o. Informasi kebahasaan dapat
disegmentasi, dihubungkan, disatukan dan diabadikan,
dalam kegiatan tuturan, selama masing-masing pemeran masih hidup, bahasa dapat
digunakan dalam ruang dan satuan waktu yang berbeda-beda secara
berkesinambungan.
p. Transmisi budaya,
yakni bahasa selain dapat digunakan untuk menyampaikan rekaman unsur dan nilai
kebudayaan saat sekarang, juga dapat digunakan sebagai alat pewaris kebudayaan
itu sendiri.
q. Bahasa itu dapat dipelajari,
baik bahasa yang masih hidup maupun yang sudah mati
r. Bahasa itu dalam pemakaian bersifat
bidimensional, disebut demikian karena makna
keberadaannya, selain ditentukan oleh kehadiran dan hubungan antarlambang
kebahasaan itu sendiri juga ditentukan oleh pameran
serta konteks sosial dan situasionaln yang
melatari.
2.3.
Bahasa
sebagai sistem semiotik
Dari ciri terakhir yang telah
diungkapkan, diketahui bahwa keberadaan bahasa sebagai suatu sistem juga
bersifat bidimensional. Sebagai suatu realitas dalam pemakaian, bahasa selain
memiliki sistemnya sendiri juga berhubungan dengan sitem lain di luar dirinya.
Keberadaan istilah kekerabatan dalam
bahasa jawa, seperti bapak, embok, pakdhe, budhe, misalnya
ditentukan oleh sisitem kekerabatan dalam masyarakat jawa. Sebab itu, untuk
memahaminya, sistem yang melatari harus dipahami terlebih dahulu.
Dihubungkan dengan kata yang
terdapat di dalam bahasa itu sendiri, setiap bahasa juga memiliki fungsi deiksis. Pengertian fungsi deiksis ialah
fungsi menunjuk sesuatu di luar bentuk kebahasaan. Kedeiksisan itu, dalam
setiap bahasa akan meliputi penunjukan terhadap objek, persona, dan peristiwa
sehubungan dengan keberadaan pemeran dalam ruang dan waktu (Palmer, 1981 : 60).
Dalam bahasa indonesia misalnya, terdapat
bentuk saya, kami, kita maupun kamu, sebagai bentuk yang menunjuk pada
persona sebagai pameran. Ini, itu serta di sini, dan di situ, sebagai bentuk
yang berkaitan dengan penunjukan jarak ruang antara pameran maupun antara
masin-masing pameran dengan objek yang terlibat dalam kegiatan tuturan.
Acuan
dari bentuk kamu, itu, maupun kemarin, misalnya, referennya dapat berpindah-pindah. Penentuan
referennya baru dapat ditetapkan apabila konteks
tuturan sudah diketahui dengan pasti, salah satu bentuk konteks itu ,
selain struktur adalah konteks sosial dan situasional. Dari terdapatnya
sejumlah kenyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa kajian kebahasaan sebagai
suatu kode yang telah muncul dalam
pemakaian, selain berfokus pada (1) karakteristik hubungan antara bentuk,
lambang atau kata yang satu dengan kata yang lainnya, (2) hubungan antara bentuk
kebahasaan dengan dunia luar yang diacunya, juga berfokus pada (3) hubungan
antara kode dangan pemakainya.
Sejalan
dengan terdapatnya tiga pusat kajian kebahasaan dalam pemakaian, maka bahasa
dalam sistem semiotik dibedakan dalam tiga komponen sistem (1) sintaksis, yakni komponen yang berkaitan
dengan lambang atau sign serta bentuk
hubungannya, (2) semantik, yakni
unsur yang berkaitan dengan masalah hubungan antara lambang dengan dunia luar
yang diacunya, serta (3) pragmatik,
yakni unsur ataupun bidang kajian yang berkaitan dengan hubungan antara pemakai
dengan lambang dalam pemakaian (Lyons, 1979 : 115). Ditinjau dari sudut
pemakaian, telah diketahui bahwa alat komunikasi manusia dapat dibedakan antara
media berupa bahasa atau media verbal
dengan media nonbahasa atau nonverbal. Sementara media kebahasaan itu ditinjau dari
alat pemunculannya atau channel, dibedakan
pula antara media lisan dengan media tulis. Dari kemunkinan terdapatnya unsur suprasegmental maupun kinesiks, maka kalimat dalam dan bentuk
tulisan lebih mengutamakan adanya kelengkapan unsur dan kejelasan urutan dari
pada secara lisan.
Sistem
kaidah penataan lambang secara gramatis selalu berkaitan dengan strata makna
dalam suatu bahasa. Pada sisi lain, makna sebagai label yang mengacu realitas tertentu juga memiliki sistem
hubungannya sendiri. Unsur pragmatik
yakni hubungan antara tanda dengan pemakai menjadi bagian dari sistem semiotik
sehingga juga menjadi salah satu cabang kajiannya karena keberadaan tanda tidak dapat dilepaskan dari pemakainya
bahlan lebih luas lagi keberadaan suatu
tanda dapat dipahami hanya dengan mengembalikan tanda itu ke dalam masyarakat pemakainya, kedalam konteks sosial budaya yang dimiliki.
Aspek pragmatik
dalam semiotik sama sekali tidak
dikaitkan dengan unsur pemakaian,
sebagai unsur yang secara langsung
berhubungan dengan konteks sosial dan situasional karena unsur-unsur sosial dan
situasional dalam semiotik telah
disikapi sebagai unsur (1) sistem pemakaian dan termasuk di dalam sistem
pragmatik, (2) unsur kontekstual, baik sosial maupun situasional, sebagai suatu
sistem, telah berada di dalam kesadaran kolektif anggota suatau masyarakat
bahasa, (3) latar fisis dan situasi
hanya berfungsi sekunder. Atau dengan kata lain pusat perhatian semiotik adalah
sistem yang mendasari “sistem kebahasaan” dan bukan pada wujud pemakaiannya.
Pendapat
bahwa bahasa adalah sistem tanda yang tidak dapat dipisahkan
dengan pemakai, aspek lambang, dan semantis, juga diungkapkan oleh Ferdinand de
Saussure (1916) mengungkapkan bahwa itu mencakup tiga unusur, meliputi (1) la langue, yakni unit sistem kebahasaan
yang bersifat kolektif dan dimiliki oleh setiap anggota masyarakat bahasa, (2) la
parole, sebagai wujud bahasa yang digunakan anggota masyarakat bahasa itu
dalam pemakaian, serta (3) la langage,
yaitu wujud dari pengelompokan la parole
yang nantinya akan menimbulkan dialek maupun register. Pemahaman terhadap
sistem kebahasaan itu tentu sangat berperan dalam upaya memahami wujud
kebahasaan atau signal yang
direpresentasikan oleh pemakainya.
Dari uraian tentang bahasa sebagai sistem semiotik di atas, dapat
disimpulkan bahwa pemakaian bahasa dalam komunikasi diawali dan disertai
sejumlah unsur, meliputi (1) sistem sosial budaya dalam suatu masyarakat
bahasa, (2) sistem kebahasaan yang melandasi, (3) bentuk kebahasaan yang
digunakan, serta (4) aspek semantis yang dikandungnya. Dalam komunikasi, dari
keempat unsur di atas yang tertampil secara eksplisit adalah signal, yang oleh
Colin Cherry diartikannya sebagai bentuk fisis yang digunakan untuk
menyampaikan pesan baik itu ujaran kebahasaan maupun unsur lain yang secara
laras menunjang aspek-aspek semantis yang akan direpresentasikan (Cheryy, 1957
: 306).
Dengan
demikian, dalam proses komunikasi, signal
memiliki dua fungsi. Pertama, signal
atau tanda menjadi alat paparan
pengirim pesan atau sender. Kedua, tanda juga menjadi tumpuan dalam
penerimaan dan upaya memahami pesan. Dapat diketahui bahwa penutur memiliki hubungan langsung dengan sistem
sosial budaya, sistem kebahasaan, aspek semantis, serta signal yang
diwujudkannya. Dengan demikian, kunci pemahaman aspek semantis adalah pada
penutur atau pemakai yang memiliki atribut sistem kebahasaan serta latar sosial
budaya.
Apabila
penerima adalah pemakai bahasa yang digunakan penutut, maka hubungan resiprokal besar kemungkinan
dapat terjadi. Sementara penerima yang bukan anggota masyarakat bahasa
penuturnya, terlebih dahulu harus mengidentifikasi identitas-identitas penutur,
berusaha memahami keseluruhannya itu, penerima pesan pasti gagal menerima
informasi sehingga komunikasi itu pun tidak berlangsung. Masalah yang segera
muncul adalah (1) mengapa signal yang
disampaikan dan diterima oleh sesama anggota masyarakat bahasa tidak membuahkan
informasi, serta (2) penutur yang bukan anggota masyarakat bahasa dengan hanya
memahami sistem kebahasaannya.
BAB II
PENUTUP
3.1.
Simpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan
mengenai pengertian bahasa dan bahasa sebagai sistem semiotik, serta ciri-ciri
dalam bahasa, maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut.
1. Pengertian
bahasa adalah sistem lambang arbitrer yang dipergunakan suatu masyarakat untuk
bekerjasama, berinteraksi dan mengidentifikasi diri.
2. Ciri
bahasa manusia, apabila dibandingkan dengan sistem tanda lain dan dikaitkan
dengan aspek makna mempunyai delapan belas ciri-ciri bahasa.
3. Bahasa
dalam sistem semiotik dibedakan dalam tiga komponen sistem. Tiga komponen
sistem tersebut adalah komponen (1) sintaktik, (2) semantik, dan (3) pragmatik.
3.2.
Saran
Pengajian dalam
penulisan ini hanya menyoroti secara umum pengertian bahasa dan bahasa sebagai
sistem semiotik. Oleh karena itu, untuk lebih memahami seluk-beluk secara
terperinci mengenai hubungan pengertian bahasa dan bahasa sebagai sistem
semiotik, maka disarankan untuk melakukan pengajian lebih lanjut mengenai
pengertian bahasa dan bahasa sebagi sistem semiotik dari segi struktur dan
fungsi.
DAFTAR PUSTAKA
Abrams, M.H., 1981, A
Glosary of Literary Term, New York :
Holt, Rinehart and Winston, Inc.
Bolinger, Dwight
L., & Sears,
A. Donald, 1981, Aspects of
Language, New
York : Harcourt Brace Jovanovich, Inc.
Cherry, Colin,
1957, On Human Communication
: A Review,
a Survey, and
Criticsim, Massachusetss : The
Technolgy
Press
of Massachhuusetts Institute of
Technology
Kridalaksana, Harimurti,
1982, Kamus Linguistik, Jakarta :
Gramedia
Lyons, Jhon,
1971, Introduction To Theoretical
Linguistics,
London : Cambridge at The
University Press
Osgood, Charles
E., 1980, Lectures on
Language Performance,
New York : Springer-Verlag New York, Inc.
Palmer, F.R.,
1981, Semantics, London : Cambredge
University Press
Aminudin. 1988. Semantik. Bandung :
Sinar Baru.
Slametmuljana. 1962.
Tata Makna (Semantik). Jakarta: Gramedia.