02 Januari 2012

Cerpen ke 2 sudah terbit di =Palangka Pos=


Temanku Inspirasiku
Oleh: Eka Rahmady Hardianto
Ketika hujan turun membasahi seisi bumi, tanah yang dulunya kering menjadi basah oleh butiran-butiran air yang menghujam terus menerus tanpa henti. Penantian yang panjang itu datang setelah kemarau panjang melanda desaku. Hujan menjadi penyegar bagi tumbuhan dan hewan-hewan yang haus akan tetesan air. Pagi hari menjadi pertanda aktivitas kehidupan dimulai.
Bagi sebagian orang mungkin aktivitas mencari rumput merupakan hal yang biasa, tetapi temanku yang satu ini berbeda. Sesosok pemuda yang kukenal dia sangat baik hati, rajin mengaji, tutur sapa dan tingkah lakunya menjadi contoh bagi pemuda di desaku. Dia adalah temanku, Sarji namanya. Tubuhnya tidak terlalu gemuk, tetapi kekar. Postur tubuhnya tidak terlalu tinggi, ya, kira-kira 150 cm, kulit sawo matang, rambut yang ikal, hidung pesek, bibir tebal dan sayang ketika dia tersenyum gigi kuning bak emas permata menyeruak bersama senyumannya. Maklum dia pecandu rokok berat, dalam sehari saja dia bisa menghabiskan lebih dari lima belas batang.
Dia teman akrabku dari kecil hingga dewasa sampai saat ini. Ketika kecil dia itu sangat bandel, nakal, suka menjahili teman, terutama anak perempuan. Walaupun dia sangat bandel, tetapi dia mempunyai sifat yang baik. Contohnya saja ketika kami bermain bersama, mainan kami pada zaman dulu adalah mobil-mobilan yang terbuat dari kulit jeruk bali.
“Eka, kamu bisa membuat mobil ini nggak?” ucapnya padaku dengan mengutak atik mobil mainannya yang sudah hampir jadi.
“Aduh, aku tidak bisa,” sahutku.
“Ya, sudah nanti aku yang membuatkan,” ucapnya lagi padaku.
Aku merasa senang waktu itu. Dia sangat baik padaku, itu salah satu kebaikan yang kuingat sampai saat ini. Setelah dewasa dia berubah sangat drastis. Sifat dan tingkah lakunya menjadi semakin baik.
Rumahnya berada di seberang rumahku. Kira-kira lima ratus meter. Dia adalah anak kedua dari dua bersaudara. Ia berhenti sekolah ketika SMP kelas tiga, ketika itu dia tidak mengikuti ujian nasional, dikarenakan keterbatasan biaya. Dia menjadi tulang punggung keluarga setelah kakak perempuannya menikah. Setiap hari dia harus bangun pagi, bersiap-siap untuk berangkat mencari rumput di lahan sawit. Kebetulan di dekat desa kami ada perusahaan sawit. Ketika itu di pagi hari saat libur sekolah, aku berdiri di depan pintu rumahku.
“Sarji!” teriakku dari kejauhan.
“Apa?” sahutnya padaku dengan teriakannya.
Aku beranjak dari tempat dudukku, melangkah dengan perlahan menghampiri temanku. Tetesan air hujan mengenai tubuhku, terasa dingin kurasakan ketika angin berhembus. Jalan yang becek kulalui dengan berhati-hati.
“Lagi sibukkah?” ucapku padanya.
“Ya, persiapan untuk mencari rumput,” ucapnya sambil mengikat sabit di boncengan sepeda tuanya. Udara yang dingin dan tanah yang basah, tak mengurungkan niatnya untuk berangkat mencari rumput. Jarak yang dia tempuh sangat jauh, karena aku pernah ikut bersamanya. Ingin melihat betapa sulitnya mencari rumput, sebab tidak dia saja yang membutuhkannya orang lain pun mempunyai keinginan yang sama dengannya.
“Aku berangkat dulu ya,” ucapnya padaku.
“Ya, hati-hati di jalan,” ucapku padanya.
Perlahan dia mengayuh sepeda tuanya dengan tekad mendapat rumput hari ini, agar dapat memberi makan empat ekor sapinya. Hal itu dia lakukan hampir setiap hari, udara dingin, hujan dan petir menyambar tak akan menghalangi niatnya. Aku pun terinspirasi dengan keteguhan dan kesabarannya. Padahal di sisi lain sebenarnya dia mempunyai cita-cita yang mulia. Ketika itu kami sedang duduk berdua di kursi teras rumahnya. Aku bertanya kepadanya.
“Cita-cita kamu ingin jadi apa Ji?” tanyaku padanya.
“Kalau aku tidak putus sekolah sih, aku ingin menjadi seorang guru. tapi apalah daya, nasib berkata lain. Biaya menjadi masalah utama bagiku dan keluargaku. Andaikan aku menjadi orang kaya, mungkin hal ini tidak akan terjadi padaku,” jawabnya padaku.
“Mungkin Allah mempunyai rencana lain untukmu, kelak kamu akan diberi nikmat yang lebih dibanding sekarang. Syukuri saja apa yang ada sekarang ini, dengan terus bertawakal dan berserah diri kepada-Nya,” ucapku padanya dengan menepuk pundaknya.
Walaupun dia dari keluarga yang kurang mampu, tetapi sifat dan tingkah lakunya, kemauan dan kerja kerasnya itu yang menjadi inspirasiku untuk terus belajar menggapai cita-citaku setinggi-tingginya.
Kampus PBSI FKIP Unpar 2011

Postingan Unggulan

Memahami Makna Halal Bihalal (Pesan Kebaikan dan Keharmonisan dalam Tradisi Idul Fitri)

Memahami Makna Halal Bihalal:  "Pesan Kebaikan dan Keharmonisan dalam Tradisi Idul Fitri" Sumber Gambar: https://images.app.goo.gl...