02 Januari 2012

Cerpen ke 4 +Harapan Keluarga+



Harapan Keluarga
Oleh: Eka Rahmady Hardianto

Dipagi hari yang cerah, ditemani dengan semilirnya angin yang mengembus dan  kicauan burung menyambut datangnya pagi. Embun pagi masih terlihat seperti butiran-butiran salju yang menempel di dedaunan. Aku bersiap untuk berangkat ke sekolah pagi ini, pakaian yang kukenakan sudah rapi bagiku. Celana abu-abu panjang dengan baju putih pendek bertuliskan namaku yang terletak di atas saku, telah  selesai kumasukkan sebagian dengan sabuk yang melingkar diperutku. Langkahku berlanjut menuju rak sepatu yang berada di samping pintu dan aku pun duduk untuk mengenakannya.
“Siap untuk berangkat,” pikirku dalam hati.
Hari ini adalah hal yang aku tunggu setelah hampir tiga tahun aku menuntut ilmu di SMA N 2 KUMAI tempat aku belajar. Ya, pengumuman hasil ujian nasional. Hal tersebut sangat ditunggu baik diriku maupun teman-temanku. Pengumuman  tersebut wajib dihadiri oleh wali setiap murid tersebut, merupakan hal yang sangat ditunggu-tunggu oleh ibuku. Ibuku berjanji padaku ingin menghadiri acara itu, sedangkan Ayahku secara kebetulan juga mengambil rapor adikku yang duduk di bangku sekolah Madrasah Tsanawiah.
”Ibu, sudah siap belum?” ucapku dengan ibuku.
Aku lihat dia sedang bercermin bersolek memakai bedak favoritnya. Ibuku memakai kerudung berwarna coklat, baju bermotif bunga-bunga yang berwarna-warni, seakan menggambarkan harapan hatinya yang senang waktu itu. Aku tahu ibuku tidak mau melewatkan hari yang bersejarah dalam hidupnya, dapat hasil pengumuman hasil ujianku, untuk menentukan apakah aku lulus atau tidak.
“Ya, bentar lagi nak?”  ucapnya dengan lembut.
Kami pun berangkat dari rumah, naik sepeda motor. Kira-kita 25 menit kami sampai kesekolah. Sekolahku memang cukup jauh dari rumah, setiap pagi aku dan adik-adikku harus bangun pagi. Aku anak pertama dari tiga bersaudara. Disinilah beban itu harus aku emban, sebagai anak pertama yang harus menjadi contoh bagi adik-adikku.
            Sang surya menampakkan dirinnya dengan sinarnya yang semakin terang dari ufuk timur yang terlihat menembus sela-sela pohon waru yang terletak tepat di belakang sekolahku.
            “Ibu, nampaknya acara sudah dimulai?” ucapku sembari melihat kearah ruangan kelas yang nampak telah penuh dengan wali murid.
            “Ya, Ibu masuk kelas dulu ya?” jawabnya.
Ibuku pun melangkah dengan tenang menuju ruang kelasku, kumenunggunya di tempat parker bersama teman-temanku. Hati terasa berdebar-debar bercampur takut. Tak sabar rasanya menunggu Ibuku keluar membawa amplop yang berisi hasil pengumuman. Satu jam telah berlalu, ketika aku sedang bercakap-cakap dengan temanku. Aku tersentak diam, sewaktu melihat ibuku keluar dari pintu ruwang kelas. Wajah ibuku nampak tenang, tatapan matanya menuju kearahku. Seakan member tanda, tetapi aku tak bisa membacanya. Tentunya ibuku sudah tau apa isi amplop itu. Langkah kakinya semakin dekat menuju kearahku, dan seketika dia memberikankan amplop itu ketanganku. Aku melihat sekelilingku, teman-temanku meluapkan kegembiraannya dengan berteriak-teriak, mencoret-coret baju mereka, sampai meloncat-loncat ditempat. Melihat hal itu aku pun tak sabar, dan langsung saja membukanya. Seketika aku tersentak kegirangan.
            “Hore…, aku lulus!” ucapku dengan keras. Segera aku peluk mamaku, tetesan air matanya mengalir dari mata kebahagiaan mengalir dari matanya.
            “Kenapa ibu menangis?” tanyaku lirih.
            “Ibu bangga padamu nak, kamu bisa lulus dengan nilai baik. Kamu harus menjadi contoh untuk adik-adikmu. Kamu harus menjadi orang yang sukses. Karena ibu tahu cita-citamu ingin menjadi seorang guru. Setelah ini kamu harus melanjutkan ke perguruan tinggi ya?” ucapnya dengan lirih padaku.
            “Apa aku sanggup, mewujudkan keinginan itu,” pikirku dalam hati.
Aku tertunduk lesu, seakan tak percaya. Perjuanganku menggapai cita-cita tak sampai hanya taman SMA saja. Harapan keluarga menjadi tantangan yang harus aku buktikan. Menjadi orang yang sukses dikemudian hari. Sebab dilingkungan keluargaku, ibuku hanya tamatan SMP sedangkan Ayahku sampai Aliah.
“Ya ibu, aku akan mewujudkan keinginan itu,” ucapku dengan nada lemas.
            Ucapan itu membuat aku senang sekaligus sedih, sebab aku merasa aku mungkin tidak mampu mewujudkan keinginan itu. tetapi hal itu aku anggap sebagai tantangan yang harus aku lalui, karena kutahu keluargaku akan bangga padaku jika mimpi itu terwujud melihatku sukses dikemudian hari.


Kampus PBSI FKIP Unpar 2011

Postingan Unggulan

Memahami Makna Halal Bihalal (Pesan Kebaikan dan Keharmonisan dalam Tradisi Idul Fitri)

Memahami Makna Halal Bihalal:  "Pesan Kebaikan dan Keharmonisan dalam Tradisi Idul Fitri" Sumber Gambar: https://images.app.goo.gl...