Pengertian Drama dan Unsur-Unsur Drama



Pengertian Drama dan Unsur-Unsur Drama


 1. Pengertian Drama Kata drama berasal dari bahasa Yunani; tegasnya dari kata kerja dran yang berarti “berbuat, to act atau to do”. (Morris [et al], 1964:476) Demikian juga dari segi etimologi, drama mengutamakan perbuatan, gerak, yang merupakan inti hakekat setiap karangan yang bersifat drama. Multon mengatakan bahwa “drama adalah hidup yang ditampilkan dalam gerak” (life presented in action) ataupun Bathazar Verhagen yang mengemukakan bahwa “drama adalah kesenian melukis sifat dan sikap manusia dengan gerak”. (Slametmuljana, 1957:176).
 Kata drama dari segi etimologi berasal dari bahasa Yunani yang berarti action dalam bahasa Inggris, dan ‘gerak’ dalam bahasa Indonesia. Drama juga merujuk pada cerita atau kisah, terutama yang melibatkan konflik atau emosi yang khusus disusun untuk pertunjukkan teater (Alwi, 2008:342). Jadi secara mudah drama dapat kita artikan sebagai bentuk seni yang berusaha mengungkapkan perihal kehidupan manusia melalui gerak atau action dan percakapan serta dialog.
Pengertian drama berkembang menjadi dua kelompok. Pertama yang menitik beratkan pada pementasannya. Kedua yang menitik beratkan pada sastranya. Pengertian-pengertian yang merujuk pada kelompok pertama dapat kita buka dalam buku Dictinary of World Literature (1960) dan Encyclopedia Britanica (1960). Dalam buku pertama dijelaskan bahwa drama itu berarti any kind of mimetic performance (pertunjukan yang memakai mimik), dan di dalam buku yang kedua kita akan menemukan bahawa pengertian drama itu adalah a thing done or “performed” (perbuatan atau pertunjukan). Adapun pengertian drama yang menitik beratkan pada sastra, diantaranya, dikemukaan oleh Panuti Sudjiman dan L. Hornstein. Menurut Sudjiman,1986: 20) drama adalah sastra yang bertujuan menggambarkan kehidupan dengan mengemukakan tikaian dan emosi lewat dialog; lazimnya dirancang untuk pementasan panggung. Menurut L. H. Hornstein (lihat Brahim, 19: 32) drama adalah a literary work written in dialogue and intended for presentation by actor (karya sastra yang ditulis dalam dialog dan dimaksudkan untuk dipertunjukan oleh seorang aktor).
 2. Unsur Intrinsik Unsur intrinsik (intrinsic) adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri (Nurgiyantoro, 2010:23). Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur intrinsik sebuah drama adalah unsur-unsur yang (secara langsung) turut serta membangun cerita. Kepaduan antar berbagai unsur intrinsik inilah yang membuat sebuah drama berwujud. Unsur intrinsik tersebut diantaranya: 1) judul; 2) tema; 3) plot atau alur; 4) tokoh cerita dan perwatakan; 5) dialog; 6) konflik; 7) latar dan 8) amanat.
 2.1 Judul Judul adalah nama yang dipakai untuk bab dalam buku yang dapat menyiratkan secara pendek isi atau maksud buku atau bab itu (Alwi, 2008:590). Judul dengan isi karangan selalu berkaitan erat. Judul pada karya fiksi bersifat bebas, dapat diambil dari nama salah satu tempat atau tokoh dalam cerita, dengan syarat sebaiknya melambangkan isi cerita untuk menarik perhatian. Judul karangan seringkali menunjukan unsur-unsur tertentu dari karya sastra, misalnya :
 1. Dapat menunjukan tokoh utama
 2. Dapat menunjukan alur atau waktu
 3. Dapat menunjukan objek yang dikemukakan dalam suatu cerita
4. Dapat mengidentifikasi keadaan atau suasana cerita
 5. Dapat mengandung beberapa pengertian
 2.2 Tema Tema adalah pokok pikiran; dasar cerita (Hamidy, 2001:13). Tema berperan sebagai pangkal seorang pengarang dalam memaparkan suatu karya fiksi yang diciptakannya (Alwi, 2008:1429). Tema dikembangkan dan ditulis pengarang dengan bahasa yang indah sehingga menghasilkan karya sastra atau drama. Tema merupakan ide pusat atau pikiran pusat, arti dan tujuan cerita, pokok pikiran dalam karya sastra, gagasan sentral yang menjadi dasar cerita dan dapat menjadi sumber konflik-konflik. Jika dikaitkan dengan dunia pengarang, tema adalah pokok pikiran di dalam dunia pengarang. Setiap karya sastra (fiksi) telah mengandung atau menawarkan tema. Tema mengikat pengembangan cerita. Tema juga sebagai premis artinya rumusan inti sari yang merupakan landasan untuk menentukan tujuan dan arah cerita. Tema dibagi dua, yaitu tema mayor/utama (artinya: makna pokok cerita yang menjadi dasar atau gagasan dasar umum karya itu) dan tema minor/tambahan (makna yang hanya terdapat pada bagian-bagian tertentu cerita). Makna pokok cerita bersifat merangkum berbagai makna khusus, makna-makna tambahan yang terdapat pada karya itu dan makna-makna tambahan bersifat mendukung atau mencerminkan makna utama keseluruhan cerita (Nurgiyantoro. 2010:82-84).
2.3 Plot atau Alur Plot disebut juga alur. Alur adalah rangkaian peristiwa yang direka dan dijalin dengan saksama dan menggerakkan jalan cerita melalui kerumitan ke arah klimaks dan pengelesaian (Alwi. 2008:45). Plot atau alur dalam drama tidak jauh berbeda dengan plot atau alur dalam prosa fiksi. Hanya saja dalam drama plot atau alur itu dibagi menjadi babak-babak dan adegan-adegan. Alur drama meliputi:
 a. Pengenalan (Deskripsi) Pada bagian ini, penonton mulai mendapat gambaran tentang tokoh protagonis, antagonis, dan tritagonis. Penonton juga memperoleh gambaran umum tentang permasalahan yang akan disajikan dalam cerita.
 b. Permasalahan (Konflik) Pada bagian ini mulai dihadirkan permasalahan berupa pertikaian atau pertentangan terutama antara tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Selain pertentangan antar tokoh, drama juga bisa menghadirkan pertentangan tokoh dengan diri sendiri berupa pertentangan antara keinginan jahat dengan hati nuraninya yang selalu baik.
 c. Penggawatan (Klimaks) Tahap ini ditandai dengan penyajian puncak pertentangan antar tokoh. Semua permasalahan mencapai titik kulminasi. Konflik fisik (perkelahian) disajikan sampai pada penentuan hidup dan mati. Konflik batin (psikologis) mengakibatkan penonton menahan nafas untuk dapat mengikuti kelanjutan cerita.
 d. Peleraian (Solusi) Tahap peleraian menghadirkan munculnya titik terang sebagai jalan keluar untuk menyelesaikan masalah. Kekalahan tokoh antagonis mulai ditampakkan, baik dalam konflik fisik maupun konflik batin.
 e. Penyelesaian (Ending) Pementasan drama bisa dilanjutkan sampai tahap penyelesaian atau berhenti pada tahap peleraian sesuai dengan naskah drama dan tergantung pada petunjuk sutradara. Untuk menambah daya tarik cerita, pementasan bisa diakhiri pada tahap peleraian. Penonton bisa menyimpulkan sendiri akhir cerita yang paling sesuai berdasarkan pengetahuan dan pengalaman masing-masing.
2.4 Tokoh Cerita dan Perwatakan Tokoh adalah orang-orang yang berperan dalam drama. Watak tokoh dalam cerita drama, umumnya terdapat tokoh baik (protagonis) dan tokoh jahat (antagonis). Tokoh-tokoh drama disertai penjelasan mengenai nama, umur, jenis kelamin, ciri-ciri fisik, jabatan, dan keadaan kejiwaannya. Watak tokoh akan jelas terbaca dalam dialog dan catatan samping. Watak tokoh dapat dibaca melalui gerak-gerik, suara, jenis kalimat, dan ungkapan yang digunakan. Tokoh cerita drama dapat berupa manusia, binatang, makhluk lain seperti malaikat, dewi-dewi, bidadari, setan atau iblis, jin, setan, sikuman, roh, dan benda-benda yang diinsankan. Tokoh dalam karya sastra memiliki perwatakan. Adanya watak yang berbeda-beda menyebabkan timbulnya peristiwa atau konflik yang membuat cerita semakin menarik. Berdasarkan segi peran atau tingkat pentingnya tokoh dalam suatu cerita dibedakan menjadi dua bagian. Yaitu central character (tokoh utama) dan peripheral character (tokoh tambahan). Ada tiga kriteria untuk menentukan tokoh utama, yaitu :
 1. Mencari tokoh yang paling banyak berhubungan dengan tokoh-tokoh lain.
 2. Mencari tokoh yang paling banyak membutuhkan waktu penceritaan
 3. Melihat intensitas keterlibatan tokoh dalam peristiwa yang membangun cerita (tema) Berdasarkan fungsinya dalam drama, tokoh cerita ada empat macam, yaitu tokoh protagonis, antagonis, tritagonis, dan peran pembantu. Ada pula pendapat lain, bahwa ada tiga macam tokoh cerita, yaitu tokoh utama, tokoh pendamping, dan tokoh tambahan. Berdasarkan wataknya, tokoh cerita dibedakan menjadi dua jenis, yaitu flat character (tidak mengalami perubahan) dan round character (mengalami perubahan).
 2.5 Dialog Ciri khas suatu drama adalah naskah tersebut berbentuk percakapan atau dialog. Penulis naskah drama harus memerhatikan pembicaraan yang akan diucapkan. Ragam bahasa dalam dialog antar tokoh merupakan ragam lisan yang komunikatif. Teknik dialog sangat penting di dalam drama. Dialog merupakan ciri khas suatu karya drama. Adanya teknik dialog secara visual membedakan karya drama dengan yang lain, yaitu puisi dan prosa. Dialog ada juga di dalam puisi dan prosa, tetapi tidak semutlak di dalam drama. Dialog di dalam drama tidak boleh diabaikan karena pada dasarnya drama merupakan dialog para tokoh cerita. Dialog adalah percakapan tokoh cerita. Dialog melancarkan cerita atau lakon. Dialog mencerminkan pikiran tokoh cerita. Dialog mengungkapkan watak para tokoh cerita. Dialog berfungsi menghubungkan tokoh yang satu dengan tokoh yang lain. Dialog juga berfungsi menggerakan cerita dan melihat watak atau kepribadian tokoh cerita. Ada dua macam tenik dialog, yaitu monolog dan konversi (percakapan). Ada juga teknik dialog dalam bentuk prolog dan epilog. Prolog berarti pembukaan atau peristiwa pendahuluan yang diucapakan pemeran utama dalam sandiwara. Epilog berarti bagian penutup pada karya drama untuk menyampaikan atau menafsirkan maksud karya drama tersebut.
 2.6 Konflik Konflik adalah pertentangan. Tokoh cerita dapat mengalami konflik, baik konflik dengan diri sendiri, dengan orang/pihak lain, maupun dengan lingkungan alam. Seperti halnya biasa, tokoh cerita dalam drama juga mengalami konflik. Konflik dapat membentuk rangkaian peristiwa yang memiliki hubungan kausalitet/sebab-akibat. Konflik di dalam karya drama dapat menimbulkan atau menambah nilai estetik. Tanpa konflik antar tokoh cerita, suatu karya drama terasa monoton, akibatnya pembaca atau penonton drama menjadi bosan. Ada pendapat yang menyatakan bahwa konflik dibagi menjadi dua bagian, yaitu konflik eksternal dan internal. Ada juga pendapat lain yang menyatakan bahwa konflik ada tiga macam, yaitu konflik mental (batin), konflik sosial, dan konflik fisik. Konflik mental (batin) adalah konflik atau pertentangan antara seseorang dengan batin atau wataknya. Konflik sosial adalah konflik antara seseorang dengan masyarakatnya, atau dengan orang / pihak lain. Konflik fisik adalah konflik antara seseorang dengan kekuatan diluar dirinya, misalnya dengan alam yang ganas, cuaca buruk, lingkungan yang kumuh, pergaulan yang salah. Konflik merupakan kunci untuk menemukan alur cerita. Dengan adanya konflik, maka cerita dapat berlangsung. Konflik berkaitan dengan unsur intriksik yang lain, seperti tokoh, tema latar, dan tipe drama. Konflik dapat menggambarkan adanya tipe drama.
 2.7 Latar Latar merupakan unsur struktural yang sangat penting. Latar di dalam lakon atau cerita drama harus mendukung para tokoh cerita dan tindakannya. Pengarang tentu membuat latar yang tepat demi keberhasilan dan keindahan struktur drama. Penggunaan latar yang berhasil juga menentukan keberhasilan suatu karya drama. Penyaji latar yang tepat dapat menciptakan warna kedaerahan yang kuat sehingga dapat menghidupkan carita. Latar adalah lingkungan tempat berlangsungnya peristiwa yang dapat dilihat, termasuk didalamnya aspek waktu, iklim, dan periode sejarah. Latar mendukung dan menguatkan tindakan tokoh-tokoh cerita. Latar memberikan pijakan cerita dan kesan realistis kepada pembaca untuk menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi (Nurgiyantoro, 2010:217).
 Fungsi latar yaitu:
 1. Menggambarkan situasi.
2. Proyeksi keadaan batin para tokoh cerita.
3. Menjadi metafor/perumpamaan keadaan emosional dan spiritual tokoh cerita.
 4. Menciptakan suasana.
 Unsur-unsur latar yaitu:
 1. Letak geografis.
 2. Kedudukan / pekerjaan sehari-hari tokoh cerita.
 3. Waktu terjadinya peristiwa.
4. Lingkungan tokoh cerita.
Aspek latar berdasarkan fungsinya mencakup:
 1. Tempat terjadinya peristiwa.
2. Lingkungan kehidupan.
 3. Sistem kehidupan.
 4. Alat-alat atau benda-benda.
 5. Waktu terjadinya peristiwa.
2.8 Amanat Amanat adalah gagasan atau pesan yang mendasari karya sastra, yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca atau pendengar (Nurgiantoro, 2010:47).
 Amanat di dalam drama ada yang langsung tersurat, tetapi pada umumnya sengaja disembunyikan secara tersirat oleh penulis naskah drama yang bersangkutan. Hanya pentonton yang profesional saja yang mampu menemukan amanat implicit/terkandung tersebut.
 3. Unsur Ekstrinsik Unsur ekstrinsik (extrinsic) adalah unsur-unsur yang berada di luar struktur karya sastra, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem karya sastra (Nurgiantoro, 2010:23) Secara lebih khusus dapat dikatakan sebagai unsur-unsur yang mempengaruhi bangun cerita sebuah karya sastra, namun tidak ikut menjadi bagian didalamnya. Misalnya faktor-faktor sosial politik saat karya tersebut diciptakan, faktor ekonomi, faktor latar belakang kehidupan pengarang, dan sebagainya. Pengkajian terhadap unsur ekstrinsik karya sastra mengkaji hubungan sastra dengan aspek-aspek politik, sosial, ekonomi, budaya dan pendidikan. Situasi sosial politik ataupun realita budaya tertentu akan sangat berpengaruh terhadap karya sastra tersebut. Sementara itu, unsur-unsur ekstrinsik atau unsur luar adalah unsur yang tampak, seperti adanya dialog/percakapan. Namun, unsur-unsur ini bisa bertambah ketika naskah sudah dipentaskan.
 Unsur-unsur ekstrinsik yang harus diperhatikan seperti:
 - Pengarang
 - Sutradara
 - Kostum
 - Panggung
 - Properti
 - Tata lampu/pencahayaan
 - Tata suara/sound sistem
 - Tata wajah/make up
 - Dan organisasi pementasaN

Postingan populer dari blog ini

Metode Pembelajaran Efektif di Sekolah Dasar

"Pemilihan Umum: Pilar Demokrasi dalam Membentuk Masa Depan Bangsa"

Sinopsis naskah Zetan