Pengertian 3 sisi dari Segitiga Restitusi.
3 sisi dari Segitiga Restitusi.
Proses tiga tahapan
tersebut didasarkan pada prinsip-prinsip utama dari Teori Kontrol, yaitu:
Langkah |
Teori Kontrol |
|
1 |
Menstabilkan Identitas |
Kita semua akan melakukan hal
terbaik |
2 |
Validasi Tindakan yang Salah |
Semua perilaku memiliki alasan |
3 |
Menanyakan Keyakinan |
Kita semua memiliki motivasi
internal |
Ketiga strategi tersebut
direpresentasikan dalam 3 sisi segitiga restitusi. Langkahlangkah tersebut
tidak harus dilakukan satu persatu secara kaku. Banyak guru yang
sudah menggunakannya dalam berbagai versi menurut gaya mereka masing-masing
bahkan tanpa mengetahui tentang teori restitusi
1. Menstabilkan Identitas (Stabilize the Identity)
Bagian
dasar dari segitiga bertujuan untuk mengubah identitas anak dari orang
yang
gagal karena melakukan kesalahan menjadi orang yang sukses. Anak yang
melanggar
peraturan karena sedang mencari perhatian adalah anak yang
sedang
mengalami kegagalan. Dia mencoba untuk memenuhi kebutuhan
dasarnya
namun ada benturan. Kalau kita mengkritik dia, maka kita akan tetap
membuatnya
dalam posisi gagal. Kalau kita ingin ia menjadi reflektif, maka kita
harus
meyakinkan si anak, dengan cara mengatakan kalimat-kalimat ini:
●
Berbuat salah itu tidak apa-apa.
●
Tidak ada manusia yang sempurna
●
Saya juga pernah melakukan kesalahan seperti itu.
●
Kita bisa menyelesaikan ini.
●
Bapak/Ibu tidak tertarik mencari siapa yang salah, tapi Bapak/Ibu ingin
mencari
solusi dari permasalahan ini.
●
Kamu berhak merasa begitu.
●
Apakah kamu sedang menjadi teman yang baik buat dirimu sendiri?
Kalau
kita mengatakan kalimat-kalimat diatas, akan sangat sulit, bahkan hampir tidak
mungkin,
buat anak untuk tetap membangkang. Para guru yang bertugas mengawasi
anak-anak
saat mereka bermain di halaman sekolah, menyatakan bahwa bila mereka
mengatakan
kalimat tersebut yang mungkin hanya butuh 30 detik, bisa mengubah
situasi
yang sulit menjadi kooperatif.
Ketika
seseorang merasa sedih dan emosional, mereka tidak bisa mengakses bagian otak
yang
berfungsi untuk berpikir rasional, seperti yang Bapak Ibu CGP telah pelajari di
modul
1.2 tentang konsep otak 3-in-1 (Triune). Saat itulah ketika kita harus
menstabilkan
identitas
anak. Sebelum terjadi hal-hal lain yang bisa memperburuk keadaan, kita
sebaiknya
membantu anak untuk tenang dan kembali ke suasana hati dimana proses
belajar
dan penyelesaian masalah bisa dilakukan.
Tentu
akan sulit melakukan restitusi bila, anak yang berbuat salah terus berfokus pada
kesalahannya.
Ada 3 alasan untuk ini, pertama rasa bersalah menguras energi. Rasa
bersalah
membutuhkan energi yang sama dengan energi yang dibutuhkan untuk
mencari
penyelesaian masalah. Kedua, ketika kita merasa bersalah, kita mengalami
identitas
kegagalan. Dalam kondisi ini, orang akan cenderung untuk menyalahkan orang
lain
atau mempertahankan diri, daripada mencari solusi. Ketiga, perasaan bersalah
membuat
kita terperangkap pada masa lalu dimana kita sudah tidak bisa berbuat apaapa
lagi. Kita hanya bisa mengontrol apa yang akan terjadi di masa kini dan masa
datang.
Sisi 2: Validasi Tindakan yang
Salah (Validate the Misbehavior)
Setiap
tindakan kita dilakukan dengan suatu tujuan, yaitu memenuhi kebutuhan dasar.
Kalau
kita memahami kebutuhan dasar apa yang mendasari sebuah tindakan, kita akan
bisa
menemukan cara-cara paling efektif untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Menurut
Teori Kontrol semua tindakan manusia, baik atau buruk, pasti memiliki
maksud/tujuan
tertentu. Seorang guru yang memahami teori kontrol pasti akan
mengubah
pandangannya dari teori stimulus response ke cara berpikir proaktif yang
mengenali
tujuan dari setiap tindakan. Kita mungkin tidak suka sikap seorang anak yang
terus
menerus merengek, tapi bila sikap itu mendapat perhatian kita, maka itu telah
memenuhi
kebutuhan anak tersebut. Kalimat-kalimat di bawah ini mungkin terdengar
asing
buat guru, namun bila dikatakan dengan nada tanpa menghakimi akan
memvalidasi
kebutuhan mereka.
●
“Padahal kamu bisa melakukan yang lebih buruk dari ini ya?”
●
“Kamu pasti punya alasan mengapa melakukan hal itu”
●
“Kamu patut bangga pada dirimu sendiri karena kamu telah melindungi sesuatu
yang
penting buatmu”.
●
“Kamu boleh mempertahankan sikap itu, tapi kamu harus menambahkan sikap
yang
baru.”
Biasanya
guru menyuruh anak untuk menghentikan sikap yang tidak baik, tapi teori
kontrol
menyatakan bahwa resep itu tidak manjur. Mungkin tindakan guru dengan
memvalidasi
sikap yang tidak baik seperti bertentangan dengan aturan yang ada, namun
sebetulnya
tujuannya untuk menunjukkan bahwa guru memahami alasan di balik
tindakan
murid.
Restitusi
tidak menyarankan guru bicara ke murid bahwa melanggar aturan adalah sikap
yang
baik, tapi dalam restitusi guru harus memahami alasannya, dan paham bahwa
setiap
orang pasti akan melakukan yang terbaik di waktu tertentu. Sebuah pelanggaran
aturan
seringkali memenuhi kebutuhan anak akan penguasaan/power walaupun
seringkali
bertabrakan dengan kebutuhan yang lain, yaitu kebutuhan akan kasih sayang
dan
rasa diterima/love and belonging. Kalau
kita tolak anak yang sedang berbuat salah,
dia
akan tetap menjadi bagian dari masalah, namun bila kita memahami alasannya
melakukan
sesuatu, maka dia akan merasa dipahami.
Para
guru yang telah menerapkan strategi ini mengatakan bahwa anak-anak yang
tadinya
tidak terjangkau, menjadi lebih terbuka pada mereka. Strategi ini
menguntungkan
bagi murid dan guru karena guru akan berada dalam posisi siswa, dan
karena
itu akan memiliki perspektif yang berbeda.
Sisi Ketiga: Menanyakan
Keyakinan (Seek the Belief)
Teori
kontrol menyatakan bahwa kita pada dasarnya termotivasi secara internal. Ketika
identitas
sukses telah tercapai (langkah 1) dan tingkah laku yang salah telah divalidasi
(langkah
2), maka anak akan siap untuk dihubungkan dengan nilai-nilai yang dia percaya,
dan
berpindah menjadi orang yang dia inginkan. Pertanyaan-pertanyaan di bawah ini
menghubungkan
keyakinan anak dengan keyakinan kelas atau keluarga.
●
Apa yang kita percaya sebagai kelas atau keluarga?
●
Apa nilai-nilai umum yang kita telah sepakati?
●
Apa bayangan kita tentang kelas yang ideal?
●
Kamu mau jadi orang yang seperti apa?
Penting
untuk menanyakan ke anak, kehidupan seperti apa nantinya yang mereka
inginkan?
Apakah
kamu ingin menjadi orang yang sukses, bertanggung jawab, atau bisa dipercaya?
Kebanyakkan
anak akan mengatakan “Iya,” Tapi mereka tidak tahu bagaimana caranya
menjadi
orang seperti itu. Guru dapat membantu dengan bertanya, seperti apa jika
mereka
menjadi orang seperti itu. ketika anak sudah mendapat gambaran yang jelas
tentang
orang seperti apa yang mereka inginkan, guru dapat membantu anak-anak tetap
fokus
pada gambaran tersebut.
Komentar
Posting Komentar
Aku Suka Blog Anda