13 Mei 2025
Irigasi Otomatis
11 Mei 2025
Wawancara Pau CubarsΓ setelah pertandingan melawan Borussia Dortmund
03 Mei 2025
WAWANCARA LAMINE YAMAL BERSAMA CBS Sports Golazo
17 Desember 2024
Sejarah kelapa sawit (Elaeis guineensis) di Indonesia

Sejarah kelapa sawit (Elaeis guineensis) di Indonesia
berawal pada tahun 1848, ketika orang Belanda membawa empat biji kelapa sawit
dari Bourbon, Mauritius, dan Hortus Botanicus, Amsterdam, Belanda. Keempat biji
kelapa sawit itu kemudian ditanam di Kebun Raya Bogor dan ternyata berhasil
tumbuh dengan subur. Setelah berbuah, biji-biji dari induk kelapa sawit
tersebut disebar ke Sumatra.
Kelapa sawit (Elaeis guineensis) bukan tanaman asli
Indonesia. Tanaman ini merupakan tanaman asli dari Afrika Barat dan Afrika
Tengah.[1] Di Indonesia, sejarah kelapa sawit berawal dari empat biji kelapa
sawit yang dibawa oleh Dr. D. T. Pryce,[2] masing-masing dua benih dari
Bourbon, Mauritius dan dua benih lainnya berasal dari Hortus Botanicus,[3]
Amsterdam, Belanda, pada tahun 1848.
Empat biji kelapa sawit tersebut kemudian ditanam di Kebun
Raya Bogor yang ketika itu dipimpin oleh Johanes Elyas Teysman dan berhasil
tumbuh dengan subur.[5] Di Kebon Raya Bogor, pohon kelapa sawit tersebut tumbuh
tinggi dengan ketinggian 12 meter dan menjadi pohon kelapa sawit tertua di Asia
Tenggara.[6] Namun, pada 15 Oktober 1989, induk pohon kelapa sawit itu mati.
Pada tahun 1853 atau lima tahun setelah ditanam, pohon
kelapa sawit di Kebon Raya Bogor menghasilkan buah. Biji-biji kelapa sawit itu
kemudian disebar secara gratis, termasuk dibawa ke Sumatra pada tahun 1875,[1]
untuk menjadi tanaman hias di pinggir jalan.[3] Tidak disangka, ternyata kelapa
sawit tumbuh subur di Deli, Sumatera Utara, pada tahun 1870-an, sehingga
bibit-bibit kelapa sawit dari daerah ini terkenal dengan nama kelapa sawit
"Deli Dura".[6]
Semula, orang-orang Belanda tidak terlalu menaruh perhatian
besar terhadap kelapa sawit. Mereka lebih mengenal minyak kelapa. Namun,
revolusi industri (1750–1850) yang terjadi di Eropa, mendorong terjadinya
lonjakan permintaan terhadap minyak. Hal ini mendorong pemerintahan Hindia
Belanda mencoba melakukan penanaman kelapa sawit di beberapa tempat. Percobaan
penanaman kelapa sawit pertama kali dilakukan di Karesidenan Banyumas antara
tahun 1856 hingga 1870, namun tidak menghasilkan minyak yang baik meski berbuah
empat tahun lebih cepat dibandingkan di Afrika yang membutuhkan waktu 6–7
tahun. Selanjutnya, percobaan penanaman kedua dilakukan pemerintahan Hindia
Belanda di Palembang, di Muara Enim tahun 1869, Musi Ulu tahun 1870, dan
Belitung tahun 1890. Namun, hasilnya masih kurang baik, karena cuaca di
Palembang, yang tidak cocok. Hal yang sama juga terjadi di Banten, meski coba
dilakukan perkebunan kelapa sawit pada tahun 1895.[3]
Kehadiran perusahaan-perusahaan perkebunan asing juga
didorong oleh pemberlakuan UU Agraria (Agrarisch Wet) oleh pemerintah Hindia
Belanda pada tahun 1870. Undang-undang ini memberikan konsesi berupa hak guna
usaha atau hak erfpacht kepada para pemodal asing.[7]
Perkebunan kelapa sawit berskala besar kemudian dibuka untuk
pertama kalinya pada tahun 1911 oleh perusahaan yang didirikan oleh Adrien
Hallet asal Belgia dan K. Schadt di Pantai Timur Sumatra (Deli) dan Sungai
Liat, Aceh, melalui perusahaannya yang bernama Sungai Liput Cultuur
Maatschappij,[3] dengan luas 5.123 hektare.[6]
Pada tahun 1911 tercatat ada tujuh perusahaan perkebunan
kelapa sawit, yakni Onderneming Soengei Lipoet, Onderneming Kuala Simpang, N.V
Moord Sumatra Rubber Maatschappij, Onderneming Soengei Ijoe, Tanjung Suemanto',
Batang Ara, dan Mopoli, yang sebagian besar memiliki kebun-kebun karet. Di Aceh
Timur pada tahun 1912 terdapat 18 konsesi perkebunan karet dan kelapa sawit dan
kembali bertambah menjadi 20 perusahaan perkebunan pada tahun 1923, dengan
rincian 12 adalah perusahaan perkebunan karet, tujuh perkebunan kelapa sawit
dan satu perkebunan kelapa.[8]
Pada tahun 1910, organisasi perusahaan perkebunan bernama
Algemene Vereneging voor Rubberpalnters ter Oostkus van Sumatera (AVROS),
berdiri di Sumatera Utara dan Rantau Panjang, Kuala Selangor.[6] AVROS
merupakan organisasi yang menaungi berbagai macam perusahaan perkebunan dengan
didasari kepentingan yang sama, yakni menyikapi persoalan yang timbul, seperti
kekurangan pekerja perkebunan, menjalin hubungan dengan sesama pengusaha dan
komunikasi dengan pemerintah, dan permasalahan transportasi
Plantation Nord Sumatra (PNS Ltd) sebesar 60% dan Republik
Indonesia sebesar 40%. Setelah itu, Socfindo baru kembali membuka lagi area
perkebunan baru di Sumatera Utara, yakni di Bangun Bandar/Tanjung Maria dan Aek
Loba/Padang Pulo (1970), Aek Pamienke (1979), dan Tanah Gambus/Lima Puluh
(1982).[15] Kepemilikan saham tersebut kembali berubah menjadi PNS Ltd 90% dan
Republik Indonesia sebesar 10% pada tahun 2001.[15]
PP London Sumatra Indonesia
sunting
Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia (dikenal
dengan Lonsum) berdiri pada tahun 1906 oleh Harrisons & Crosfield Plc yang
berbasis di London, Inggris. Meski sudah memiliki diversifikasi perkebunan
tanaman karet, teh, dan kakao, Lonsum pada awal kemerdekaan masih
mengkonsentrasikan lini bisnisnya pada tanaman karet, sedangkan kelapa sawit
baru mulai produksi pada tahun 1980-an.[17]
Pada tahun 1994, Harrisons & Crosfield menjual 100%
kepemilikan sahamnya di Lonsum kepada PT Pan London Sumatra Plantation.
Indofood Agri Resources Ltd melalui PT Salim Ivomas Pratama kemudian menguasai
Lonsum pada Oktober 2007
Bakrie Sumatera Plantations adalah perusahaan perkebunan
kelapa sawit yang berdiri pada tahun 1911 dengan nama Naamlooze Vennootschap
Hollandsch Amerikaansche Plantage Maatschappij, yang awalnya adalah perusahaan
perkebunan karet. Pada tahun 1957, nama perusahaan berganti nama menjadi PT
United States Rubber Sumatera Plantations setelah diakuisisi oleh Uniroyal
Inc.[18]
Selanjutnya, pada tahun 1965, pemerintah Indonesia melakukan
nasionalisasi terhadap PT United States Rubber Sumatera Plantations. Pada tahun
1985, nama perusahaan berganti menjadi PT Uniroyal Sumatera Plantations (UNSP)
dan setahun kemudian sebanyak 75% saham perusahaan diakuisisi oleh PT Bakrie
& Brothers. Nama perusahaan pun berganti nama menjadi PT United Sumatera
Plantations dan tahun 1992 kembali berganti nama menjadi PT Bakrie Sumatera
Plantations.[18]
Meski awalnya adalah perusahaan perkebunan karet, PT Bakrie
Sumatera Plantations pada tahun 2019 hanya memiliki area kebun karet seluas
16.532 hektare di Sumatera Utara melalui PT BSP Kisaran, Bengkulu seluas 2.610
hektare melalui PT AMR, dan di Lampung seluas 3.331 hektare melalui PT HIM.[18]
Per September 2019, PT Bakrie Sumatera Plantations memiliki
area perkebunan inti kelapa sawit yang telah ditanami seluas 43.262 hektare di
Sumatera Utara melalui PT BSP Kisaran (9.924 hektare) dan PT GLP (7.626
hektare); di Sumatera Barat melalui PT BPP (8.820 hektare) dan PT CCI (1.965
hektare); di Jambi melalui PT AGW (4.387 hektare) dan PT SNP (6.111 hektare);
dan di Kalimantan Selatan melalui PT MIB seluas 4.429 hektare. Adapun
perkebunan plasma seluas 14.976 hektare, dengan rincian seluas 6.347 hektare di
Sumatera Barat melalui PT BPP, 7.701 hektare di Jambi melalui PT AGW, dan 928
hektare di Jambi melalui PT SNP.[18]
Perusahaan memiliki lima pabrik pengolahan kelapa sawit,
berkapasitas 225 metrik ton, masing-masing dua pabrik di Sumatera Utara, satu
pabrik di Sumatera Barat, dan dua pabrik di Jambi. Selain itu ada lima pabrik
pengolahan oleo chemical, yakni satu pabrik pengolahan Fatty Acid FSC
berkapasitas 52.800 metrik ton per tahun di Tanjung Morawa, Sumatera Utara dan
empat pabrik pengolahan fatty acid di Kuala Tanjung, Sumatera Utara, yakni
fatty acid I berkapasitas 99 ribu metrik ton/tahun, pabrik pengolahan fatty
alcohol I berkapasitas 33 ribu metrik ton/tahun, pabrik pengolahan fatty acid
II berkapasitas 82.500 metrik ton/tahun, dan pabrik pengolahan fatty alcohol II
berkapasitas 99 ribu metrik ton/tahun.[18
#galerisawit
#seharahsawit
#TirtaKahyanganNirankara
#BerdaulatDalamIklim
#TataKlimatNusantara
#RekayasaCuacaTehnologi
#Camarwan
#BerdaulatCuaca
#TMCBerdaulatPangan&Energi
#TeamRekayasaCuaca
#IndonesiaCuacaBerdaulat
#TMCberbasisFlare
#PupukTopska
#PupukHigphos
04 Desember 2024
Tata Cara Penulisan Daftar Pustaka
Penulisan daftar pustaka yang benar adalah elemen
penting dalam setiap karya ilmiah, termasuk tugas akademik, penelitian, atau
publikasi. Di era digitalisasi saat ini, sumber-sumber referensi dapat berasal
dari berbagai media, mulai dari buku dan artikel jurnal hingga makalah, media
online, bahkan video di platform seperti YouTube.
TelUtizen, memahami cara yang benar untuk mencantumkan
referensi dalam daftar pustaka sangatlah penting. Melalui artikel ini, kita
akan membahas pedoman praktis tentang bagaimana menulis daftar pustaka yang
benar dari beragam sumber guna meningkatkan kualitas dan profesionalisme
penulisan akademik.
Pengertian Daftar Pustaka
Daftar pustaka atau yang sering disebut sebagai
referensi adalah daftar berisi informasi mengenai judul buku, nama pengarang,
penerbit, dan sebagainya. Daftar pustaka merupakan komponen tak terpisahkan
dalam sebuah karya ilmiah, sekaligus menjadi bukti kredibilitas dari tulisan
tersebut.
Penting untuk memastikan bahwa sumber-sumber rujukan
yang tercantum dalam daftar pustaka koheren dan relevan dengan karya ilmiah
yang ditulis. Biasanya, daftar pustaka ditempatkan di akhir dan diurutkan
menurut abjad.
Fungsi Daftar Pustaka
Penulisan daftar pustaka dalam karya ilmiah memiliki
beberapa fungsi penting, antara lain:
· Memperkuat argumen
· Menghindari plagiasi
· Menghormati penulis yang karyanya dijadikan acuan
dalam penulisan karya ilmiah
· Mempermudah proses peninjauan ulang sumber-sumber
rujukan saat diperlukan koreksi pada konten tulisan
· Memberikan bantuan kepada pembaca untuk lebih memahami
sumber-sumber yang dikutip dalam karya ilmiah
Gaya Penulisan Daftar Pustaka
Terdapat berbagai format daftar pustaka atau biasa
dikenal dengan istilah gaya sitasi (citation style) yang
banyak digunakan dalam penulisan akademik. Dari beragam format tersebut, tiga
jenis sitasi yang umum digunakan ialah:
· Modern Language Association (MLA), biasanya digunakan
dalam bidang ilmu bahasa, humaniora, filosofi, seni, linguistik, dan
sejenisnya.
· American Psychological Association (APA), biasanya
digunakan dalam bidang ilmu sosial sains, pendidikan, teknik, dan
sebagainya.
· Chicago Manual Style (CMS), umumnya digunakan dalam
bidang ilmu sejarah, humaniora, dan lain-lain.
Cara Menulis Daftar Pustaka yang
Benar
Umumnya, daftar pustaka ditulis berdasarkan urutan
berikut:
1.
Nama Penulis: Nama penulis
disebutkan sebagai elemen pertama. Penulisannya dimulai dengan nama belakang
atau nama keluarga, diikuti oleh tanda koma (,) dan nama depan serta nama
tengah (jika ada).
2.
Tahun Terbit: Setelah nama penulis,
langkah berikutnya adalah mencantumkan tahun terbit tulisan. Tahun terbit buku
biasanya dapat ditemukan di halaman awal setelah halaman judul. Sementara itu,
tahun terbit artikel jurnal dan makalah biasanya tertera di header bagian
atas.
3.
Judul Buku atau Artikel yang
Dirujuk: Unsur berikutnya adalah judul tulisan yang dirujuk. Judul harus
ditulis secara lengkap sesuai dengan yang tercantum pada sumber, baik itu
berupa buku, artikel jurnal, makalah, atau sumber lainnya.
4.
Nama Penerbit: Setelah mencantumkan
judul tulisan, informasi berikutnya adalah nama penerbit. Nama penerbit buku
biasanya terdapat di sampul depan, sampul belakang, atau pada halaman yang sama
dengan tahun terbit buku. Jika sumbernya adalah artikel jurnal, cantumkan nama
jurnal yang memuat artikel tersebut.
5. Tempat Terbit/Keterangan Terbitan: Langkah terakhir dalam penulisan daftar pustaka adalah mencantumkan keterangan penerbitan. Keterangan ini bisa berupa tempat terbit atau informasi lainnya yang relevan. Tempat terbit sering digunakan untuk sumber berupa buku dan biasanya dapat ditemukan di halaman yang sama dengan tahun terbit buku. Sementara itu, informasi penerbitan pada artikel jurnal atau makalah dapat berupa nomor dan volume tulisan yang mana informasinya bisa ditemukan di bagian header.
Cara Menulis Daftar Pustaka dari
Artikel Jurnal dengan APA Style
Untuk menulis daftar pustaka dari jurnal, formatnya
adalah Nama Belakang, Inisial Nama Depan dan Nama Tengah (jika ada). (Tahun
Terbit). Judul Artikel. Nama Jurnal, Volume Jurnal(Issue atau
Nomor), Halaman.
· Penulisan daftar pustaka dari jurnal dengan satu
pengarang
Contoh: Diniati, A. (2018). Konstruksi Sosial Melalui
Komunikasi Intrapribadi Mahasiswa Gay di Kota Bandung. Jurnal Kajian
Komunikasi, 6(2), 147-159.
· Penulisan daftar pustaka dari jurnal dengan lebih dari
satu pengarang
Contoh: Diniati, A., Suryana, A., & Bajari, A.
(2022). Pengalaman Buruh Anak tentang Perilaku Komunikasinya. Jurnal
Komunikasi, 14(2), 322-345.
Cara Menulis Daftar Pustaka dari
Buku dengan APA Style
Untuk menulis daftar pustaka dari buku, formatnya
adalah Nama Belakang, Inisial Nama Depan dan Nama Tengah (jika ada).
(Tahun). Judul Buku. Kota: Penerbit Buku.
Contoh: Putra, D. K. S. (2019). Political
Social Responsibility: Dinamika Komunikasi Politik Dialogis. Jakarta:
Prenadamedia.
Cara Menulis Daftar Pustaka dari
Website Media Online dengan APA Style
Untuk menulis daftar pustaka dari website media
online, formatnya adalah Penulis/Domain Halaman Website. (Tahun, Tanggal Terbit
Artikel). Judul. Tanggal Diaksesnya, Tautan Website.
Contoh: Richtel, M. (2023, 25 Oktober). Is
Social Media Addictive? Here’s What the Science Says. Diakses pada 31
Oktober 2023, dari https://www.nytimes.com/2023/10/25/health/social-media-addiction.html
Cara Menulis Daftar Pustaka dari
Video YouTube dengan APA Style
Untuk menulis daftar pustaka dari video YouTube,
formatnya adalah Nama Akun. (Tahun, Tanggal Unggahan). Judul Unggahan [Jenis
Unggahan]. Jenis Media Sosial. Tautan
Contoh: Telkom University. (2023, 27 September). Tel-U
Raih Rekor Muri dengan Memainkan 7512 Angklung Bersama Mahasiswa Baru. [Video].
YouTube. https://www.youtube.com/watch?v=lMsRIzGBX2g
Penulisan daftar pustaka yang baik adalah kunci untuk menghormati karya orang lain dan membangun dasar yang kuat dalam penelitian. Dengan memahami cara merujuk sumber informasi dengan benar, TelUtizen dapat menghindari plagiarisme dan membantu pembaca atau peneliti lain dalam menelusuri sumber-sumber yang digunakan. Penting untuk diingat bahwa pedoman penulisan daftar pustaka dapat berbeda tergantung pada gaya penulisan yang digunakan. Oleh karena itu, selalu pastikan untuk memahami pedoman penulisan yang relevan. Selamat menulis dan meneliti.
Sumber: https://telkomuniversity.ac.id/penulisan-daftar-pustaka-dari-buku-artikel-jurnal-makalah-media-online-hingga-video-youtube/
02 Desember 2024
25 November 2024
MAKNA FILOSOFIS TEMBANG DOLANAN "Cublak Cublak Suweng"
MAKNA FILOSOFIS TEMBANG DOLANAN
Lagu "Cublak Cublak
Suweng" (tebak-tebak suweng) berasal dari Jawa Timur. Penciptanya adalah
Sunan Giri atau Syekh Maulana Ainul Yakin dan dibuat pada 1442 M.
Lirik Cublak-cublak Suweng ternyata mengandung makna filosofis
‘Cublak Suweng’ sendiri memiliki arti tempat suweng. Lirik Cublak-cublak
Suweng ternyata mengandung makna filosofis ‘Cublak Suweng’ sendiri memiliki
arti tempat suweng. Suweng adalah bahasa Jawa yang berarti 'anting', yaitu
perhiasan perempuan. Karena itulah, Cublak-cublak Suweng memiliki arti tempat
harta berharga, yaitu Suweng (Suwung, Sepi, Sejati) atau 'harta sejati'.
Suwenge Teng Gelenter berarti suweng yang berserakan. Maka, harta
sejati itu berupa kebahagiaan sejati yang berserakan di sekitar manusia.
Sementara pada bait mambu ketundung gudel; kata mambu berarti 'bau', ketundung
berarti 'dituju', sedangkan gudhel berarti 'anak kerbau'.
Maknanya, banyak orang berusaha mencari harta sejati itu. Bahkan
orang-orang bodoh (diibaratkan Gudhel) mencari harta itu dengan penuh nafsu
ego, korupsi dan keserakahan hanya demi menemukan kebahagiaan sejati.
Kemudian pada bait Pak Empo lirak-lirik, kata Pak Empo berarti
'bapak ompong', sedangkan lirak-lirik berarti 'menengok kanan-kiri'. Artinya
orang-orang bodoh itu mirip orang tua ompong yang kebingungan. Meskipun
hartanya melimpah yang ternyata adalah harta palsu, buka harta sejati atau
kebahagiaan sejati. Mereka kebingungan karena dikuasai oleh hawa nafsu
keserakahannya sendiri.
Lalu pada bait sopo ngguyu ndhelikake, kata Sopo ngguyu berarti
'siapa tertawa'. Lalu Ndhelikake berarti 'dia yang menyembunyikan'.
Menggambarkan bahwa barang siapa bijaksana, dialah yang menemukan tempat harta
sejati atau kebahagian sejati. Dia adalah orang yang tersenyum-sumeleh dalam
menjalani setiap keadaan hidup, sekalipun berada di tengah-tengah kehidupan
orang-orang yang serakah.
Lalu pada bait terakhir sir-sir pong dele kopong, kata sir berarti
'hati nurani', sedangkan pong dele kopong berarti 'keledai kosong tanpa isi'.
Maknanya bahwa untuk sampai kepada tempat harta sejati (Cublak
Suweng) atau kebahagiaan sejati, orang harus melepaskan diri dari kecintaan
pada harta benda duniawi, mengosongkan diri, rendah hati, tidak merendahkan
sesama, serta senantiasa memakai rasa dan mengasah tajam sir-nya atau hati
nuraninya.
Cublak-cublak Suweng membeberkan nilai-nilai moral bahwa sebagai
makhluk yang diciptakan oleh Tuhan, seseorang harus selalu mendekatkan diri
kepada Tuhan. Lalu ia harus memahami esensi dari kehidupan ketika ia menghadapi
tujuan dari kehidupan itu sendiri.
"Jangan lupakan hati yang murni dan mulia ketika bersyukur
atas setiap rahmat yang diberikan kepada Tuhan,"
Pesan moral dalam lagu ini adalah untuk mencari harta janganlah
menuruti hawa nafsu tetapi semuanya kembali ke Tuhan.
-
Pemilihan umum adalah salah satu mekanisme yang paling mendasar dalam sebuah sistem demokrasi. Proses ini memberikan hak kepada warga ...
-
Metode Pembelajaran Efektif di Sekolah Dasar: Membentuk Fondasi Pendidikan yang Kuat Pendidikan dasar adalah fase kritis dalam perkembanga...
-
Assalamualaikum bapak/ibu guru habat! salam sahabat pembatik. Berikut kami sampaikan hasil praktik baik kami tentang MPI. Ini merupakan tug...
.jpg)


