Sejarah kelapa sawit (Elaeis guineensis) di Indonesia
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiLPewHauBnar17288wsXMCrnG-Lk9sa66tQrv1LpowN71GQnqq3JRHjqU40t0k8MEm6YvY9DXHsymmf2sjdnbWlRo3iZIXpXQ55MDorNtZUv2pdjySyMU02_zQMgaZ8BJGjkWqCMrLuDVr1a8hiQiATds-LAZFMvmegX4BaEi3bBaAmdX_CoAYFyubucf7/w400-h225/langkah-langkah-budidaya-kelapa-sawit_66680ada04fa5.jpg)
Sejarah kelapa sawit (Elaeis guineensis) di Indonesia
berawal pada tahun 1848, ketika orang Belanda membawa empat biji kelapa sawit
dari Bourbon, Mauritius, dan Hortus Botanicus, Amsterdam, Belanda. Keempat biji
kelapa sawit itu kemudian ditanam di Kebun Raya Bogor dan ternyata berhasil
tumbuh dengan subur. Setelah berbuah, biji-biji dari induk kelapa sawit
tersebut disebar ke Sumatra.
Kelapa sawit (Elaeis guineensis) bukan tanaman asli
Indonesia. Tanaman ini merupakan tanaman asli dari Afrika Barat dan Afrika
Tengah.[1] Di Indonesia, sejarah kelapa sawit berawal dari empat biji kelapa
sawit yang dibawa oleh Dr. D. T. Pryce,[2] masing-masing dua benih dari
Bourbon, Mauritius dan dua benih lainnya berasal dari Hortus Botanicus,[3]
Amsterdam, Belanda, pada tahun 1848.
Empat biji kelapa sawit tersebut kemudian ditanam di Kebun
Raya Bogor yang ketika itu dipimpin oleh Johanes Elyas Teysman dan berhasil
tumbuh dengan subur.[5] Di Kebon Raya Bogor, pohon kelapa sawit tersebut tumbuh
tinggi dengan ketinggian 12 meter dan menjadi pohon kelapa sawit tertua di Asia
Tenggara.[6] Namun, pada 15 Oktober 1989, induk pohon kelapa sawit itu mati.
Pada tahun 1853 atau lima tahun setelah ditanam, pohon
kelapa sawit di Kebon Raya Bogor menghasilkan buah. Biji-biji kelapa sawit itu
kemudian disebar secara gratis, termasuk dibawa ke Sumatra pada tahun 1875,[1]
untuk menjadi tanaman hias di pinggir jalan.[3] Tidak disangka, ternyata kelapa
sawit tumbuh subur di Deli, Sumatera Utara, pada tahun 1870-an, sehingga
bibit-bibit kelapa sawit dari daerah ini terkenal dengan nama kelapa sawit
"Deli Dura".[6]
Semula, orang-orang Belanda tidak terlalu menaruh perhatian
besar terhadap kelapa sawit. Mereka lebih mengenal minyak kelapa. Namun,
revolusi industri (1750–1850) yang terjadi di Eropa, mendorong terjadinya
lonjakan permintaan terhadap minyak. Hal ini mendorong pemerintahan Hindia
Belanda mencoba melakukan penanaman kelapa sawit di beberapa tempat. Percobaan
penanaman kelapa sawit pertama kali dilakukan di Karesidenan Banyumas antara
tahun 1856 hingga 1870, namun tidak menghasilkan minyak yang baik meski berbuah
empat tahun lebih cepat dibandingkan di Afrika yang membutuhkan waktu 6–7
tahun. Selanjutnya, percobaan penanaman kedua dilakukan pemerintahan Hindia
Belanda di Palembang, di Muara Enim tahun 1869, Musi Ulu tahun 1870, dan
Belitung tahun 1890. Namun, hasilnya masih kurang baik, karena cuaca di
Palembang, yang tidak cocok. Hal yang sama juga terjadi di Banten, meski coba
dilakukan perkebunan kelapa sawit pada tahun 1895.[3]
Kehadiran perusahaan-perusahaan perkebunan asing juga
didorong oleh pemberlakuan UU Agraria (Agrarisch Wet) oleh pemerintah Hindia
Belanda pada tahun 1870. Undang-undang ini memberikan konsesi berupa hak guna
usaha atau hak erfpacht kepada para pemodal asing.[7]
Perkebunan kelapa sawit berskala besar kemudian dibuka untuk
pertama kalinya pada tahun 1911 oleh perusahaan yang didirikan oleh Adrien
Hallet asal Belgia dan K. Schadt di Pantai Timur Sumatra (Deli) dan Sungai
Liat, Aceh, melalui perusahaannya yang bernama Sungai Liput Cultuur
Maatschappij,[3] dengan luas 5.123 hektare.[6]
Pada tahun 1911 tercatat ada tujuh perusahaan perkebunan
kelapa sawit, yakni Onderneming Soengei Lipoet, Onderneming Kuala Simpang, N.V
Moord Sumatra Rubber Maatschappij, Onderneming Soengei Ijoe, Tanjung Suemanto',
Batang Ara, dan Mopoli, yang sebagian besar memiliki kebun-kebun karet. Di Aceh
Timur pada tahun 1912 terdapat 18 konsesi perkebunan karet dan kelapa sawit dan
kembali bertambah menjadi 20 perusahaan perkebunan pada tahun 1923, dengan
rincian 12 adalah perusahaan perkebunan karet, tujuh perkebunan kelapa sawit
dan satu perkebunan kelapa.[8]
Pada tahun 1910, organisasi perusahaan perkebunan bernama
Algemene Vereneging voor Rubberpalnters ter Oostkus van Sumatera (AVROS),
berdiri di Sumatera Utara dan Rantau Panjang, Kuala Selangor.[6] AVROS
merupakan organisasi yang menaungi berbagai macam perusahaan perkebunan dengan
didasari kepentingan yang sama, yakni menyikapi persoalan yang timbul, seperti
kekurangan pekerja perkebunan, menjalin hubungan dengan sesama pengusaha dan
komunikasi dengan pemerintah, dan permasalahan transportasi
Plantation Nord Sumatra (PNS Ltd) sebesar 60% dan Republik
Indonesia sebesar 40%. Setelah itu, Socfindo baru kembali membuka lagi area
perkebunan baru di Sumatera Utara, yakni di Bangun Bandar/Tanjung Maria dan Aek
Loba/Padang Pulo (1970), Aek Pamienke (1979), dan Tanah Gambus/Lima Puluh
(1982).[15] Kepemilikan saham tersebut kembali berubah menjadi PNS Ltd 90% dan
Republik Indonesia sebesar 10% pada tahun 2001.[15]
PP London Sumatra Indonesia
sunting
Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia (dikenal
dengan Lonsum) berdiri pada tahun 1906 oleh Harrisons & Crosfield Plc yang
berbasis di London, Inggris. Meski sudah memiliki diversifikasi perkebunan
tanaman karet, teh, dan kakao, Lonsum pada awal kemerdekaan masih
mengkonsentrasikan lini bisnisnya pada tanaman karet, sedangkan kelapa sawit
baru mulai produksi pada tahun 1980-an.[17]
Pada tahun 1994, Harrisons & Crosfield menjual 100%
kepemilikan sahamnya di Lonsum kepada PT Pan London Sumatra Plantation.
Indofood Agri Resources Ltd melalui PT Salim Ivomas Pratama kemudian menguasai
Lonsum pada Oktober 2007
Bakrie Sumatera Plantations adalah perusahaan perkebunan
kelapa sawit yang berdiri pada tahun 1911 dengan nama Naamlooze Vennootschap
Hollandsch Amerikaansche Plantage Maatschappij, yang awalnya adalah perusahaan
perkebunan karet. Pada tahun 1957, nama perusahaan berganti nama menjadi PT
United States Rubber Sumatera Plantations setelah diakuisisi oleh Uniroyal
Inc.[18]
Selanjutnya, pada tahun 1965, pemerintah Indonesia melakukan
nasionalisasi terhadap PT United States Rubber Sumatera Plantations. Pada tahun
1985, nama perusahaan berganti menjadi PT Uniroyal Sumatera Plantations (UNSP)
dan setahun kemudian sebanyak 75% saham perusahaan diakuisisi oleh PT Bakrie
& Brothers. Nama perusahaan pun berganti nama menjadi PT United Sumatera
Plantations dan tahun 1992 kembali berganti nama menjadi PT Bakrie Sumatera
Plantations.[18]
Meski awalnya adalah perusahaan perkebunan karet, PT Bakrie
Sumatera Plantations pada tahun 2019 hanya memiliki area kebun karet seluas
16.532 hektare di Sumatera Utara melalui PT BSP Kisaran, Bengkulu seluas 2.610
hektare melalui PT AMR, dan di Lampung seluas 3.331 hektare melalui PT HIM.[18]
Per September 2019, PT Bakrie Sumatera Plantations memiliki
area perkebunan inti kelapa sawit yang telah ditanami seluas 43.262 hektare di
Sumatera Utara melalui PT BSP Kisaran (9.924 hektare) dan PT GLP (7.626
hektare); di Sumatera Barat melalui PT BPP (8.820 hektare) dan PT CCI (1.965
hektare); di Jambi melalui PT AGW (4.387 hektare) dan PT SNP (6.111 hektare);
dan di Kalimantan Selatan melalui PT MIB seluas 4.429 hektare. Adapun
perkebunan plasma seluas 14.976 hektare, dengan rincian seluas 6.347 hektare di
Sumatera Barat melalui PT BPP, 7.701 hektare di Jambi melalui PT AGW, dan 928
hektare di Jambi melalui PT SNP.[18]
Perusahaan memiliki lima pabrik pengolahan kelapa sawit,
berkapasitas 225 metrik ton, masing-masing dua pabrik di Sumatera Utara, satu
pabrik di Sumatera Barat, dan dua pabrik di Jambi. Selain itu ada lima pabrik
pengolahan oleo chemical, yakni satu pabrik pengolahan Fatty Acid FSC
berkapasitas 52.800 metrik ton per tahun di Tanjung Morawa, Sumatera Utara dan
empat pabrik pengolahan fatty acid di Kuala Tanjung, Sumatera Utara, yakni
fatty acid I berkapasitas 99 ribu metrik ton/tahun, pabrik pengolahan fatty
alcohol I berkapasitas 33 ribu metrik ton/tahun, pabrik pengolahan fatty acid
II berkapasitas 82.500 metrik ton/tahun, dan pabrik pengolahan fatty alcohol II
berkapasitas 99 ribu metrik ton/tahun.[18
#galerisawit
#seharahsawit
#TirtaKahyanganNirankara
#BerdaulatDalamIklim
#TataKlimatNusantara
#RekayasaCuacaTehnologi
#Camarwan
#BerdaulatCuaca
#TMCBerdaulatPangan&Energi
#TeamRekayasaCuaca
#IndonesiaCuacaBerdaulat
#TMCberbasisFlare
#PupukTopska
#PupukHigphos
Komentar
Posting Komentar
Aku Suka Blog Anda