Dramatisasi Puisi
Dramatisasi Puisi Angkatan 09
Penyuluhan 2012
Balada Perempuan Yang Menunggu
Karya Sri Handayaningsih
ADEGAN I
Terdengar
jeritan Dasima. Ia berlari masuk sambil terus menjerit dan menutupi wajah
dengan tangannya. Wajah Dasima mengalami luka bakar karena kebakaran yang juga
menghanguskan rumahnya.
Dasima :
Dasima
terus meratap kesialan yang menimpanya. Kemudian ia menangis lirih.
Puisi:
Garis-garis tangan
semacam peta buta
Kalian mesti
menjalaninya
Dasima
bangkit sambil terus meratap dan keluar.
Dasima :
ADEGAN II
Warga
yang panik karena terjadi kebakaran masuk.
Puisi:
Langkah-langkah
dihitung ditata
Biar tak terjebak
jalan buntu
Terperosok rawa-rawa
kelu
Warga
terus panik. Meratap karena rumah mereka juga ikut terbakar. Seorang nenek tua
tiba-tiba histeris dan jatuh pingsan. Warga menggerubunginya, mencoba
memberikan bantuan dengan menggendong nenek itu. Warga lain menyusul keluar
panggung.
ADEGAN III
Dasima
masuk dengan langkah gontai, tak henti meratapi nasibnya.
Puisi:
Anggap pedih sebagai
lagu
Perut lapar wajah
lusuh tempat kumuh
Hidangan khas aroma
kaum papa
Menempa baja jadi
pusaka mandraguna
Dasima
kembali meratap.
Dasima : …………………………
Dasima
keluar.
ADEGAN IV
Masuk
sekumpulan ibu-ibu.
Puisi:
Tersenyumlah, karena
mengira-ngira nasib
Seperti sesak meraba
waktu sendiri
Di ruang tanpa cahaya
tanpa suara
Begitu liar
tabiatnya
Tapi kini
mencintainya walau kadang kecewa
Ibu I : …………………
Ibu II : …………………
Ibu III : …………………
Ibu IV : …………………
Ibu V : …………………
Ibu : Rasakan Dasimah!!
Puisi:
Biarkan ia terbang
terjun
Rembulan akan
menjaga
Kalian percaya, di
tiap lembah
Ada jalan kawah
Seorang
tukang sayur masuk. Para ibu-ibu segera mengabarkan berita buruk yang menimpa
Dasima kepada tukang sayur yang juga menaruh hati pada kecantikan Dasima.
Ibu I : ………………..
Ibu : ………………..
Ibu : ………………..
Tukang
Sayur : …………………….
Ibu : …………………
Para
ibu-ibu meninggalkan tukang sayur setelah selesai berbelanja. Tukang sayur
keluar.
ADEGAN V
Dasima
masuk. Duduk.
Puisi:
Perjalanan tak
berujung, hai perempuan rindu
Senja yang kausulam
gelisah menanti
Peluk matahari yang
lelah
Seperti kau, resah
menanti kekasih
Tak lekas ketemu.
Dasima
tak henti meratapi nasibnya. Para tetangga hanya bias menggunjingnya. Mata para
lelaki yang dulu selalu tertuju padanya pun mulai berpaling.
Dasima : ……………………
Masuk
Jaka, lelaki sederhana yang tetap mencintai Dasima dengan rupa seperti apapun.
Puisi:
Maka istirahatkan
sejenak luka-lukamu
Ketika lelaki
bermata lesu meminang air matamu
Jadi bunga jadi
puisi
Kiranya dialah
kekasih itu
Terjemahkan garis
mata dan senyummu
Sebagai ibu rindu
Jaka
berbincang dengang Dasima. Ia terus meyakinkan Dasima bahwa ia siap menerima
apapun keadaan Dasima sekarang. Jaka menggenggam tangan Dasima. Dasima membuang
mukanya.
Puisi:
Pengantin di dinding
hatimu kekalkan janji
Tapi kau masih
mencari tempat
menambat rindu
sejati hingga
air dan cahaya pun
mengikis batu
Dasima
melepaskan genggaman tangan Joko. Dasima menolak Joko dengan alasan bahwa
parasnya tak lagi secantik dulu. Tidak ada lagi orang yang mau menerimanya
dengan tulus.
Dasima : ………………………
Dasima
pergi.
Jaka
memanggil-manggil nama Dasima sambil meratap.
Puisi:
Begitulah cintamu.
Sewaktu-waktu
Padam baranya
ditinggal api
Terusik dan rubuh
oleh suara-suara
ADEGAN VI
Dasima
masuk. Ia bertingkah seolah kecantikan masih menjadi miliknya. Dasima
berpapasan dengan Anwar dan Bagus. Dasima menebar pesona tanpa sadar seperti
apa parasnya sekarang.
Puisi:
Kerling matamuanggur
dalam guci waktu
Kautuang dalam gelas
Pemburu murtad di
lading subur kalian
Kauduakan keyakinan
dalam sendiri-Nya
Anwar dan
Bagus merasa jijik pada Dasima. Mereka berbicara. Dasima terus mendekati dan
mencari perhatian.
Dasima :
……………….
Anwar : …………………
Bagus : …………………
Anwar :(berbicara pada Bagus) Perempuan
ini gila ya?
Bagus : ………………..
Anwar dan
Bagus segera berlalu meninggalkan Dasima. Dasima merasa kesal dan kecewa.
Puisi:
Maka nestapa dari
segala nestapalah
Akhir pencarianmu
Masuk
sekumpulan ibu-ibu yang tadi menertawakan kemalangan Dasima.
Puisi:
Kaularung buah dan
cinta
Semanis madu ke
samudera paling palung
Lanjutkan perjalanan
Kekasih tak lekas
kembali
Mereka
berbicara seolah tanpa mengetahui keberadaan Dasima di sana. Dasima
mencuri-curi dengar obrolan mereka. Sekumpulan ibu-ibu itu membicarakan tentang
susuk dari seorang dukun yang sakti mandraguna, yang bias membuat si pemakai
terlihat cantik tak tertandingi.
Ibu 1 : ……………………..
Ibu 2 : ………………………
Ibu : ………………………
Dasima
tersenyum.
Puisi:
Perempuan rindu,
Tersenyumlah, agar
muncul keajaiban
Karena kalian Cuma
peran asuhan sutradara
Dasima : Aku juga harus memakai susuk itu
agar kecantikanku kembali.
Puisi:
Jangan sesali tapak
tertinggal
Ia seperti jejak
yang kaubuat
Tanda jika pingin
lagi melihat
Atau sekadar
mengingat
Panjang jalan
Yang pernah
kaususuri
Kapan sampai ke
senja tak bertepi?
Dasima
keluar sambil tersenyum. Para ibu-ibu masih terus berbicara hingga beberapa
waktu lamanya. Akhirnya, para ibu-ibu pun keluar.
ADEGAN VII
Dasima
masuk membawa sebuah nyiru berisi dupan, susuk dan mangkuk tembaga berisi air
kembang tujuh rupa. Dasima duduk. Ia mulai melakukan ritual dan merapalkan
mantera. Diambilnya sebuah susuk dan ditusuknya tepat di keningnya. Ia lalu
membasuh wajah dengan air kembang, dan seketika segala borok yang melukai
wajahnya hilang dalam basuhan air kembang tujuh rupa.
Dasima
tertawa.
Puisi:
Perempuan rindu,
kapal yang dingin
Terpaut ke tepian
hatimu
Ajak kauarungi laut
Mengenal bintang dan
arah angin
Mengenal negeri
mahanegeri
Tapi di tengah badai
Masuk
sekumpulan ibu-ibu. Dasima sedikit terkejut. Sekumpulan ibu-ibu pun terperanjat
saat mendapati wajah Dasima yang kembali cantik. Para ibu-ibu kembali mencibir
dan mulai menyerang Dasima.
Puisi:
Kapal yang kaucoba
selamatkan pun karam.
Nahkoda lingsir
Terombang-ambing tak
bertuan
Kapal itu jarring
nelayan yang haus
Terlalu banyak negak
air di lautnya
Ibu 1 : Rasakan ini, Dasima! (sambil menjambak rambut
Dasima)
Ibu 2 : Jangan lagi kau coba-coba memikat hati
suami kami dengan kecantikanmu!
Darsima
mencoba berontak. Tetapi sia-sia.
Ibu 3 : Wajahmu tak pantas kembali cantik!
Ibu 4 : rasakan! Rasakan!
Setelah
merasa cukup menyiksa Dasima, ibu-ibu itu pun berlalu. Dasima hanya bias
meratap. Dendam dan amarah menguasai dirinya.
Puisi:
Terasa ada yang
membakar rongga dada
Api di matamu musuh
paling berbahaya
Mesti kaubunuh
segera
Lalu menyeberang
atau kembali pulang
Dasima : Sialan! Lihat saja apa yang bias
kulakukan untuk membalas perlakuan mereka padaku!
Dasima
keluar.
ADEGAN VIII
Masuk
lima orang lelaki yang tak lain adalah suami para ibu-ibu yang menyiksa Dasima.
Dasi masuk. Mata para lelaki segera tertuju pada Dasima yang kembali cantik.
Dasima segera memainkan perannya. Ia menggerling nakal dan menggoda mereka.
Puisi:
Perempuan rindu buka
gerbang air mata
Pingin hapus
duka-duka
Tersenyumlah, biar
dekat jarak kalian
Sebab kau dan dia
cuma kata di bibir luka
Para pujangga
Para
lelaki mendekati Dasima. Tak diduga, muncullah para ibu-ibu. Mereka geram dan
segera menyeret suami masing-masing pulang. Dasima tertawa puas sambil berlalu.
ADEGAN IX
Masuk
lima orang pemuda berandalan. Mereka berbincang tentang Dasima, tentang
permintaan dari ibu-ibu untuk memperkosa Dasima agar ia jera dan tak lagi
menggoda suami mereka.
Pemuda 1 : ……………………….
Pemuda 2 : ……………………….
Pemuda 3 : ……………………….
Pemuda 4 : ……………………….
Pemuda 5 : ……………………….
Pemuda 2 : ……………………….
Pemuda 5 : ……………………….
Pemuda 1 : ……………………….
Muncul
Dasima. Mata para lelaki segera tertuju pada Dasima. Mereka mendekati Dasima,
merayu. Dasima yang merasakan ada bahaya, ingin segera berlari. Tetapi
kekuatannya tak dapat dibandingkan dengan kelima pemuda yang segera menyergap
Dasima. Dasima meronta. Tapi sia-sia.
Dasima
hanya bisa menangis saat lelaki-lelaki yang memperkosanya pergi begitu saja.
Puisi:
Teremas di tangan
penuh lusuh
Gurat tebalnya
jurang rusuh
Juga tunggang gunung
merah
Mengapa tanpa
warna-warni di tanah?
Mengapa tanpa
pelangi?
Masuk
Jaka. Ia mencoba menenangkan Dasima. Dasima meronta karena ketakutan. Jaka
terus berusaha membujuk perempuan yang dicintainya itu.
Jaka :
Siapa? Siapa yang berani melakukan ini padamu? Katakan Dasima! Katakan!
Muncul
kelima pemuda yang memperkosa Dasima.
Puisi:
Bersama kalian
nikmati tanpa mesti
Berseteru atau
hijaunya atas kuningmu
Dasima
semakin ketakutan saat melihat mereka membawa kayu, pisau dan golok. Jaka tak
gentar. Ia berdiri dan menghadang kelima pemuda itu. Dasima sempat menarik
tangan Jaka ingin mencegah. Tetapi rupanya, kemarahan telah berkuasa di diri
Jaka.
Kelima
pemuda itu mengeroyok Jaka. Dasima menangis.
Puisi :
Air mata yang
kaugali
Kelak bakal muncrat
lebih banyak
Maka syukurilah
lupamu pada siang
Di bening malam yang
mengendap.
Jaka tak
bergerak-gerak lagi. Sebilah pisau menancap di jantungnya. Kelima pemuda itu
pergi sambil tertawa penuh kemenangan.
Dasima
menangis dan memeluk tubuh Jaka. Ia meraung dan meratap. Hingga dirasanya
lelah, Dasima perlahan mencabut pisau yang menancap di jantung Jaka. Pisau
berlumur darah itu segera bersarang di jantungnya jua.
Puisi:
Kapal itu pecah
Tubuhmu mengaku
kalah.